Riri Satria
KATEGORI
  • Dokumen
  • Terkini
  • Teknologi & Transformasi Digital
  • Ekonomi dan Bisnis
  • Sastra (Puisi dan Esai)
  • Apa Kata Media?
  • Apa Kata Sahabat?
  • PROFESI-PROFESI BARU DI ERA KECERDASAN BUATAN

    23 Dec 2025 | Dilihat: 38 kali

    Setiap kali membahas topik kecerdasan buatan atau AI, saya hampir selalu mendengar pertanyaan yang sama, yaitu pekerjaan apa yang akan hilang? Di Indonesia, pertanyaan itu terasa lebih berat. Pasar kerja kita belum sepenuhnya mapan, pendidikan masih berjuang mengejar ketimpangan, dan literasi teknologi belum merata. Maka wajar jika AI lebih sering dipandang sebagai ancaman ketimbang kemungkinan.

    Namun semakin saya mengamati perkembangan ini, semakin saya merasa bahwa kekhawatiran itu sering kali salah sasaran, meski tidak keliru sepenuhnya. Persoalan utama kita bukan semata hilangnya pekerjaan, melainkan ketidaksiapan menghadapi perubahan makna kerja itu sendiri. Jadi kata kuncinya adalah kesiapan atau ketidaksiapan. Faktor penentu bagaimana kita akhirnya secara subyektif memandang AI.

    AI bukan sekadar teknologi baru. Ia adalah cermin cara kita berpikir, menilai, dan mengambil keputusan, dan akhirnya berbagai profesi baru bernunculan.

    Di lapisan paling awal, memang muncul profesi-profesi teknis yang membutuhkan keahlian tinggi seperti machine learning engineer, AI engineer, serta data scientist. Mereka yang bekerja merancang dan melatih mesin agar mampu mengenali pola dan membuat prediksi. Namun perlu dipahami bahwa bahwa AI tidak pernah benar-benar berdiri sendiri. Ia hidup dari data yang kita pilih, asumsi yang kita tanamkan, dan tujuan yang kita tetapkan.

    Dengan kata lain, kecerdasan buatan selalu membawa nilai-nilai penciptanya, baik disadari atau tidak. Ini penting untuk dipahami bahwa teknologi itu tidak sepenuhnya netral seperti yang diyakini banyak orang.

    Kebutuhan akan talenta teknis ini memang nyata, baik di Indonesia maupun dunia global. Tetapi yang tidak kalah menarik adalah lahirnya profesi-profesi lainnyai antara manusia dan mesin yang menjadi jembatan antara manusia dan mesin seperti prompt engineer, conversational designer, dan AI trainer. AI justru sangat bergantung pada pemahaman bahasa, budaya, dan konteks lokal. Mesin bisa belajar dari data global, tetapi tanpa kepekaan terhadap cara orang lokai seperti orang Indonesia berbicara, berpikir, dan berinteraksi, hasilnya sering terasa asing atau keliru.

    Di titik ini, saya melihat peluang besar yang jarang dibicarakan di mana AI tidak hanya membutuhkan engineer, tetapi juga lulusan humaniora, komunikasi, sosiologi, dan seni. Profesi masa depan tidak selalu berdiri di atas baris kode, algoritma, atau matematika, tetapi di antara kalimat, konteks, dan makna.

    Namun peluang ini tidak akan tumbuh tanpa perubahan serius di dunia pendidikan. Hingga kini, pendidikan AI di Indonesia masih sering dipersempit menjadi soal coding, matematika, dan sertifikasi teknis. Padahal literasi AI seharusnya jauh lebih luas, yaitu memahami bagaimana algoritma bekerja, mengenali bias, dan menyadari dampak sosial dari keputusan berbasis mesin.

    Saya percaya di negara seperti Indonesia, literasi AI bukan sekadar keahlian tambahan, melainkan kebutuhan kita semua. Ketika AI mulai digunakan dalam rekrutmen tenaga kerja, penilaian kredit, layanan kesehatan, hingga kebijakan publik, masyarakat perlu tahu kapan harus percaya dan kapan harus bertanya dengan kritis.

    Dari sini lahir peran baru dalam pendidikan yaitu pendidik literasi AI, perancang kurikulum adaptif, dan fasilitator pembelajaran berbasis teknologi. Mereka bukan hanya mengajarkan cara menggunakan AI, tetapi juga cara bersikap kritis terhadapnya.

    Di sisi lain, AI juga memunculkan kegelisahan yang tidak bisa diabaikan. Data yang timpang, bias algoritma, dan kesenjangan digital berpotensi memperbesar ketidakadilan sosial jika teknologi ini diterapkan tanpa refleksi. Karena itu, saya melihat pentingnya profesi-profesi penjaga batas eeperti spesialis etika AI, auditor algoritma, dan analis kebijakan AI yang memahami konteks sosial lokal seperti Indonesia. Keberadaan mereka mengingatkan kita bahwa tidak semua yang efisien itu adil, dan tidak semua yang cerdas itu bijak.

    Perubahan serupa juga terasa di ranah kreatif, yaitu wilayah yang selama ini menjadi kekuatan khas Indonesia. AI kini mampu menulis, menggambar, dan mencipta musik. Banyak yang takut kreativitas manusia akan berakhir. Namun yang saya lihat justru pergeseran peran. Muncul AI creative director dan AI content strategist dengan paradigma bahwa manusia yang tidak selalu mencipta dari nol, tetapi mengarahkan, memilih, dan memberi makna.

    Kreativitas tidak mati, malahan justru bernegosiasi dengan alat baru. Dan di tengah banjir konten otomatis, kepekaan terhadap konteks budaya dan narasi lokal justru menjadi semakin penting.

    Semakin jauh AI masuk ke kehidupan sehari-hari, semakin saya merasa bahwa profesi masa depan akan banyak berkaitan dengan menjaga unsur kemanusiaan itu sendiri.

    Ada peran human-in-the-loop yang memastikan manusia tetap hadir dalam keputusan penting. Ada pula profesi yang fokus pada dampak AI terhadap kesehatan mental, relasi sosial, dan budaya kerja. Di titik ini, bekerja tidak lagi semata soal produktivitas, melainkan soal tanggung jawab.

    Pada akhirnya, bagi saya, profesi-profesi baru di era kecerdasan buatan bukan sekadar daftar jabatan yang lahir dari kemajuan teknologi. Ia adalah penanda perubahan cara hidup.

    Kondisinya adalah AI memaksa kita bertanya ulang, di mana bagian mana dari hidup yang ingin kita serahkan pada mesin, dan bagian mana yang harus tetap kita jaga sebagai wilayah manusia.

    Di Indonesia, menurut saya tantangan terbesar kita bukanlah tertinggal secara teknologi, melainkan kehilangan arah dalam mengadopsinya. Jika pendidikan mampu memperluas literasi AI, jika pasar kerja memberi ruang bagi peran-peran lintas disiplin, dan jika kebijakan publik berpihak pada keadilan, maka AI tidak harus menjadi ancaman, justru menjadi peluang. Namun kelihatannya sampai saat iniu yang massih dominan adalah kegamangan.

    Mungkin pekerjaan terpenting kita hari ini bukan menciptakan mesin yang semakin cerdas, melainkan memastikan bahwa di tengah kecanggihan itu, kita tetap tahu mengapa dan untuk siapa teknologi ini digunakan.

    Saya tidak khawatir dengan perkembangan teknologi. Saya justru khawatir dengan sikap atau perilaku manusia yang mengendalikan teknologi itu sendiri.

    (RS - Des 2025)

    About Author

    Riri Satria lahir di Padang, Sumatera Barat 14 Mei 1970, aktif bergiat di dunia kesusastraan Indonesia, pendiri serta Ketua Jagat Sastra Milenia (JSM) di Jakarta, serta menulis puisi. Namanya tercantum dalam buku “Apa dan Siapa Penyair Indonesia’ yang diterbitkan Yayasan Hari Puisi Indonesia (2018). Puisinya sudah diterbitkan dalam buku puisi tunggal: “Jendela” (2016), “Winter in Paris” (2017), “Siluet, Senja, dan Jingga” (2019), “Metaverse” (2022), serta "Login Haramain" (2025), di samping lebih dari 60 buku kumpulan puisi bersama penyair lainnya, termasuk buku kumpulan puisi duet bersama penyair Emi Suy berjudul “Algoritma Kesunyian” (2023).

    Riri juga menulis esai dengan beragam topik: sains dan matematika, teknologi dan transformasi digital, ekonomi dan bisnis, pendidikan dan penelitian, yang dibukukan dalam beberapa buku: “Untuk Eksekutif Muda: Paradigma Baru dalam Perubahan Lingkungan Bisnis” (2003), trilogi “Proposisi Teman Ngopi” (2021) yang terdiri tiga buku “Ekonomi, Bisnis, dan Era Digital”, “Pendidikan dan Pengembangan Diri”, dan “Sastra dan Masa Depan Puisi” (2021), serta “Jelajah” (2022). Diperkirakan buku kumpulan esai terbaruya tentang kesusastraan, kesenian, kebudayaan, serta kemanusiaan akan terbit pada tahun 2026.

    Dalam beberapa tahun terakhir ini sejak tahun 2018, Riri Satria aktif menekuni dampak teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence) atau AI) terhadap dunia kesusastraan, terutama puisi. Riri diundang menjadi narasumber untuk membahas topik ini di berbagai acara sastra, antara lain: Seminar Internasional Sastra di Universitas Pakuan, Bogor (2018), Seminar Perayaan Hari Puisi Indonesia, Jakarta (2019), Banjarbaru’s Rainy Day Literary Festival, Banjarbaru Kalimantan Selatan (2019), Seminar Perayaan Hari Puisi Indonesia, Jakarta (2021), Malay Writers and Cultural Festival (MWCF) 2024 di Jambi (2024), Seminar Jambore Sastra Asia Tenggara (JSAT) di Banyuwangi (2024), Seminar Etika Kreasi di Era Digital, Diskusi Hak Cipta dan Filosofi AI yang diselenggarakan oleh Dewan Kesenian Jakarta (2025), serta memberikan kuliah umum tentang topik pada Pertemuan Penyair Nusantara XIII (2025) di Perpustakaan Nasional RI.

    Saat ini Riri Satria menjabat sebagai Komisaris Utama PT. ILCS Pelindo Solusi Digital PSD sejak April 2024, sebuah perusahaan teknologi dalam grup Pelabuhan Indonesia atau Pelindo. Sebelumnya selama 5 tahun Riri menjabat sebagai Komisaris Independen pada PT. Jakarta International Container Terminal (JICT) 2019-2024, sebuah pelabuhan petikemas terbesar di Indonesia yag merupakan joint venture antara Pelabuhan Indonesia dengan Hutchison Port Holdings Hongkong melalui Hutchison Ports Indonesia.

    Riri juga pernah menjabat sebagai Staf Khusus Menteri Koordinator Politik dan Keamanan Republik Indonesia (Meko Polkam RI) bidang Digital, Siber, dan Ekonomi sejak Oktober 2024 s/d September 2025,

    Riri juga anggota Dewan Juri untuk Indonesia Digital Culture Excellence Award serta Indonesia Human Capital Excellence Award sejak tahun 2021. Riri juga dosen Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, dan mengajar topik Sistem Korporat, Bisnis Digital, Manajemen Strategis Sistem Informasi, serta Metodologi Penelitian untuk program Magister Teknologi Informasi (MTI). Selain itu Riri adalah Anggota Dewan Pertimbangan Ikatan Alumni Universitas Indonesia dan sebelumnya Ketua Ikatan Alumni Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia.

    Konten Populer

    • Pada tahun 2025, transaksi ekonomi digital diperkirakan se besar Rp 1.775 T. Ekonomi digital Indonesia diperkirakan akan terus berkembang dengan nilai transaksi diprediksi akan mencapai US$124 miliar atau sekitar Rp1.775 triliun pada tahun 2025. Dengan proyeksi tersebut, Indonesia akan berada pada peringkat pertama di ASEAN sebagai negara dengan nilai transaksi ekonomi digital terbesar dengan kontribusi […]

      Jul 02, 2025
    • Mengawali tulisan ini, saya ingin mengucapkan alhamdulillah puji syukur kepada Allah Jalla wa Alaa atas segala karunia di setiap detik dan hela napas pada hamba-hamba-Nya. Saya mengucapkan selamat serta ikut bangga dan bahagia atas amanah baru yang diembankan negara kepada Ketua Komunitas Jagat Sastra Milenia (JSM), abang, sahabat, penyair, sang inspirator Riri Satria sebagai Komisaris Utama […]

      Apr 13, 2024
    • Era digital ini dengan segala kemajuannya seperti kecerdasan buatan, metaverse, bahkan media sosial sederhana pun seperti Facebook ini memiliki potensi dahsyat untuk melakukan rekayasa terhadap persepsi atau perception engineering.   Ya, sekarang eranya post truth society dan dunia penuh dengan yang namanya perseption engineering. Saat ini, perception is the reality, walaupun mereka yang sanggup berpikir […]

      May 27, 2024
    •   oleh: Riri Satria Hari ini adalah Hari Kebangkitan Nasional, 20 Mei 2024. Kita memperingatinya saat ini dengan meresmikan Digital Maritime Development Center (DMDC) PT. Integrasi Logistik Cipta Solusi (ILCS) / Pelindo Solusi Digital (PSD), yang sama-sama kita banggakan. Ini adalah pusat penelitian, pengembangan, dan inovasi solusi digital terintegrasi untuk ekosistem logistik maritim di Indonesia. […]

      May 20, 2024
    • Riri Satria adalah seorang pengamat ekonomi digital dan kreatif, sekaligus pencinta puisi yang lahir di Padang, Sumatera Barat, 14 Mei 1970. Sarjana Ilmu Komputer (S. Kom) dari Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia yang mengambil Magister Manajemen (MM) dari Sekolah Tinggi Manajemen PPM ini tengah menempuh program S3 Doctor of Business Administration (DBA) di Paris School […]

      Nov 14, 2021
    • DOWNLOAD DOKUMEN

      May 17, 2025
    • Mungkinkah seseorang mengeluti 3 profesi sekaligus secara serius dan sepenuh hati?. Bisa. Inilah yang dilakukan oleh Riri Satria, Sang Polymath Di suatu siang, Riri memasuki pelataran Taman Ismail Marzuki (TIM) dengan santai. Berkaos oblong, bercelana jeans serta beralas sandal. Di perjalanan memasuki sebuah ruang sastra, ia bertegur sapa dengan sejumlah seniman yang sedang berkumpul. Tanpa […]

      Jun 06, 2021
    • Assalamu alaikum wr wb. Salam dari Arafah, Mekkah Al Mukarramah. Tahukah sahabat bahwa nama Sukarno sangat terkenal di Arafah? Ya, pohon yang di belakang saya itu disebut oleh orang sini sebagai Pohon Sukarno. Pohon Soekarno di Padang Arafah adalah warisan hijau yang berasal dari usulan Presiden Sukarno saat melaksanakan ibadah haji pada tahun 1955. Usulan […]

      May 27, 2025

    F R I E N D S


    RECENT EVENT

    RECENT EVENT

    play-sharp-fill

    POJOK PODCAST

    KULBIZ SESI 1.3
    By BigThinkersID Host Pinpin Bhaktiar
    Kulbiz adalah tentang kuliah ilmu bisnis secara komprehensif, relevan dan asik 😁🥳🚀🔥
    video
    play-sharp-fill

    Podcast Selengkapnya klik disini...

    Hide picture