Riri Satria
KATEGORI
  • Dokumen
  • Terkini
  • Teknologi & Transformasi Digital
  • Ekonomi dan Bisnis
  • Sastra (Puisi dan Esai)
  • Apa Kata Media?
  • Apa Kata Sahabat?
  • KITA MEMANG HIDUP DI WILAYAH RAWAN BENCANA, KITA HARUS ARIF DAN BIJAK MENYIKAPINYA DENGAN MITIGASI NASIONAL

    21 Dec 2025 | Dilihat: 46 kali

    Kita di Indonesia sesungguhnya hidup di atas panggung alam yang indah sekaligus rapuh. Dari udara, negeri ini tampak seperti untaian zamrud yang mengapung tenang di khatulistiwa. Namun di bawah keindahan itu, bumi terus bergerak, bernafas, dan menyimpan potensi guncangan. Indonesia berada di wilayah ring of fire, dikelilingi gunung api aktif, patahan tektonik di darat dan lautan, serta jalur badai tropis yang makin sering melintas.

    Ini bukan sekadar data geologi, melainkan adalah kenyataan hidup kita sehari-hari.

    Saya sering berpikir, betapa ironisnya manusia modern dengan segala teknologi canggihnya ternyata tetap tak berdaya di hadapan alam. Tidak ada satu pun teknologi yang mampu mencegah gempa, menghentikan letusan gunung api, atau menolak badai datang. Tidak ada. Kita hanya bisa memperkirakan, membaca tanda-tanda, dan mengurangi risikonya.

    Forecast dan mitigasi, hanya itulah batas kemampuan kita sebagai manusia. Selebihnya, kita hanya bisa bersikap rendah hati di hadapan alam.

    Justru karena keterbatasan itulah, mitigasi menjadi sangat penting. Di Indonesia, mitigasi tidak bisa dilepaskan dari kebijakan nasional yang berpihak pada keberlanjutan. Hutan, laut, sungai, dan seluruh ekosistem bukan sekadar sumber ekonomi, tetapi benteng alami terhadap bencana. Ketika hutan ditebang habis, banjir dan longsor menjadi lebih kejam.

    Ketika sungai dicemari dan menyempit oleh keserakahan, air akan mencari jalannya sendiri, sering kali dengan menghancurkan pemukiman. Alam tidak pernah “marah”, tetapi ia selalu menagih akibat dari apa yang kita lakukan.

    Saya sering merasa bahwa bencana di Indonesia bukan hanya peristiwa alam, tetapi juga cermin dari pilihan-pilihan kita sendiri. Pilihan untuk menunda menjaga lingkungan, pilihan untuk menganggap remeh peringatan, pilihan untuk melihat alam hanya sebagai objek eksploitasi. Padahal, menjaga lingkungan adalah bagian dari strategi bertahan hidup kita sebagai bangsa yang hidup di wilayah rawan bencana.

    Selain itu, kesiapan aparat dalam menanggulangi bencana juga sangat menentukan. Bencana tidak bisa ditangani oleh satu instansi saja. Ia menuntut koordinasi yang rapi, cepat, dan manusiawi antar lembaga dari pusat hingga daerah. Dalam situasi darurat, ego sektoral tidak punya tempat. Kita butuh kerja bersama, saling percaya, dan sistem yang sudah dilatih jauh sebelum bencana itu benar-benar datang. Ketika koordinasi gagal, yang menjadi korban bukan hanya infrastruktur, tetapi juga nyawa dan harapan.

    Namun mitigasi tidak akan pernah cukup jika masyarakatnya sendiri tidak paham risiko yang dihadapi. Tinggal di wilayah rawan bencana seharusnya membentuk kesadaran kolektif tentang bagaimana bersikap yaitu ke mana harus lari saat gempa, apa yang harus dilakukan ketika peringatan dini dikeluarkan, bagaimana membangun rumah yang lebih aman, dan kapan harus mengalah pada alam.

    Kesadaran ini tidak bisa muncul secara tiba-tiba saat sirene berbunyi. Ia harus dibangun pelan-pelan melalui pendidikan, latihan, dan kebijakan yang konsisten dari tingkat nasional hingga lingkup terkecil di masyarakat.

    Saya pribadi berasal dari Sumatera Barat, sebuah daerah yang keindahan alamnya tak pernah lepas dari potensi bencana. Gempa bumi, tsunami, longsor yang semuanya bukan cerita jauh bagi kami. Kesadaran itu membuat saya percaya bahwa hidup di Indonesia berarti hidup dengan perhitungan risiko. Bukan untuk menakut-nakuti diri sendiri, tetapi agar kita tidak abai, karena keabaian adalah kemewahan yang tidak kita miliki. Ketika bencana datang, penyesalan selalu terlambat.

    Satu hal yang paling menyedihkan dari sebuah bencana bukan hanya kehancuran fisik, tetapi rasa “seandainya”. Seandainya hutan tidak dirusak. Seandainya peringatan didengar. Seandainya kita bersiap lebih awal.

    Kata “seandainya” itu seharusnya menjadi alarm bagi kita sekarang, saat semua itu belum terjadi. Saat kita masih punya waktu untuk berpikir jernih, merencanakan, dan bertindak.

    Bagi saya, memikirkan bencana bukanlah pesimisme, melainkan bentuk tanggung jawab. Kita tidak bisa memilih di mana lempeng bumi bergerak, tetapi kita bisa memilih bagaimana kita bersiap. Kita tidak bisa menolak alam, tetapi kita bisa hidup lebih selaras dengannya.

    Satu hal yang terpenting, kita harus memikirkan semua itu sekarang sebelum terlambat, sebelum alam kembali mengingatkan kita dengan cara yang paling keras.

    Jakarta, 19 Desember 2025

    Riri Satria

    —— disampaikan pada acara Panggung Puisi Bencana Sumatera sekaligus peluncuran buku kumpulan puisi Tanda Cinta bagi Korban Bencara Sumatera di Pusat Dokumentasi Sastra HB Hassin, Taman Ismail Marzuki, Jakarta 🇲🇨🇲🇨🇲🇨

    About Author

    Riri Satria lahir di Padang, Sumatera Barat 14 Mei 1970, aktif bergiat di dunia kesusastraan Indonesia, pendiri serta Ketua Jagat Sastra Milenia (JSM) di Jakarta, serta menulis puisi. Namanya tercantum dalam buku “Apa dan Siapa Penyair Indonesia’ yang diterbitkan Yayasan Hari Puisi Indonesia (2018). Puisinya sudah diterbitkan dalam buku puisi tunggal: “Jendela” (2016), “Winter in Paris” (2017), “Siluet, Senja, dan Jingga” (2019), “Metaverse” (2022), serta "Login Haramain" (2025), di samping lebih dari 60 buku kumpulan puisi bersama penyair lainnya, termasuk buku kumpulan puisi duet bersama penyair Emi Suy berjudul “Algoritma Kesunyian” (2023).

    Riri juga menulis esai dengan beragam topik: sains dan matematika, teknologi dan transformasi digital, ekonomi dan bisnis, pendidikan dan penelitian, yang dibukukan dalam beberapa buku: “Untuk Eksekutif Muda: Paradigma Baru dalam Perubahan Lingkungan Bisnis” (2003), trilogi “Proposisi Teman Ngopi” (2021) yang terdiri tiga buku “Ekonomi, Bisnis, dan Era Digital”, “Pendidikan dan Pengembangan Diri”, dan “Sastra dan Masa Depan Puisi” (2021), serta “Jelajah” (2022). Diperkirakan buku kumpulan esai terbaruya tentang kesusastraan, kesenian, kebudayaan, serta kemanusiaan akan terbit pada tahun 2026.

    Dalam beberapa tahun terakhir ini sejak tahun 2018, Riri Satria aktif menekuni dampak teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence) atau AI) terhadap dunia kesusastraan, terutama puisi. Riri diundang menjadi narasumber untuk membahas topik ini di berbagai acara sastra, antara lain: Seminar Internasional Sastra di Universitas Pakuan, Bogor (2018), Seminar Perayaan Hari Puisi Indonesia, Jakarta (2019), Banjarbaru’s Rainy Day Literary Festival, Banjarbaru Kalimantan Selatan (2019), Seminar Perayaan Hari Puisi Indonesia, Jakarta (2021), Malay Writers and Cultural Festival (MWCF) 2024 di Jambi (2024), Seminar Jambore Sastra Asia Tenggara (JSAT) di Banyuwangi (2024), Seminar Etika Kreasi di Era Digital, Diskusi Hak Cipta dan Filosofi AI yang diselenggarakan oleh Dewan Kesenian Jakarta (2025), serta memberikan kuliah umum tentang topik pada Pertemuan Penyair Nusantara XIII (2025) di Perpustakaan Nasional RI.

    Saat ini Riri Satria menjabat sebagai Komisaris Utama PT. ILCS Pelindo Solusi Digital PSD sejak April 2024, sebuah perusahaan teknologi dalam grup Pelabuhan Indonesia atau Pelindo. Sebelumnya selama 5 tahun Riri menjabat sebagai Komisaris Independen pada PT. Jakarta International Container Terminal (JICT) 2019-2024, sebuah pelabuhan petikemas terbesar di Indonesia yag merupakan joint venture antara Pelabuhan Indonesia dengan Hutchison Port Holdings Hongkong melalui Hutchison Ports Indonesia.

    Riri juga pernah menjabat sebagai Staf Khusus Menteri Koordinator Politik dan Keamanan Republik Indonesia (Meko Polkam RI) bidang Digital, Siber, dan Ekonomi sejak Oktober 2024 s/d September 2025,

    Riri juga anggota Dewan Juri untuk Indonesia Digital Culture Excellence Award serta Indonesia Human Capital Excellence Award sejak tahun 2021. Riri juga dosen Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, dan mengajar topik Sistem Korporat, Bisnis Digital, Manajemen Strategis Sistem Informasi, serta Metodologi Penelitian untuk program Magister Teknologi Informasi (MTI). Selain itu Riri adalah Anggota Dewan Pertimbangan Ikatan Alumni Universitas Indonesia dan sebelumnya Ketua Ikatan Alumni Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia.

    Konten Populer

    • Pada tahun 2025, transaksi ekonomi digital diperkirakan se besar Rp 1.775 T. Ekonomi digital Indonesia diperkirakan akan terus berkembang dengan nilai transaksi diprediksi akan mencapai US$124 miliar atau sekitar Rp1.775 triliun pada tahun 2025. Dengan proyeksi tersebut, Indonesia akan berada pada peringkat pertama di ASEAN sebagai negara dengan nilai transaksi ekonomi digital terbesar dengan kontribusi […]

      Jul 02, 2025
    • Mengawali tulisan ini, saya ingin mengucapkan alhamdulillah puji syukur kepada Allah Jalla wa Alaa atas segala karunia di setiap detik dan hela napas pada hamba-hamba-Nya. Saya mengucapkan selamat serta ikut bangga dan bahagia atas amanah baru yang diembankan negara kepada Ketua Komunitas Jagat Sastra Milenia (JSM), abang, sahabat, penyair, sang inspirator Riri Satria sebagai Komisaris Utama […]

      Apr 13, 2024
    • Era digital ini dengan segala kemajuannya seperti kecerdasan buatan, metaverse, bahkan media sosial sederhana pun seperti Facebook ini memiliki potensi dahsyat untuk melakukan rekayasa terhadap persepsi atau perception engineering.   Ya, sekarang eranya post truth society dan dunia penuh dengan yang namanya perseption engineering. Saat ini, perception is the reality, walaupun mereka yang sanggup berpikir […]

      May 27, 2024
    •   oleh: Riri Satria Hari ini adalah Hari Kebangkitan Nasional, 20 Mei 2024. Kita memperingatinya saat ini dengan meresmikan Digital Maritime Development Center (DMDC) PT. Integrasi Logistik Cipta Solusi (ILCS) / Pelindo Solusi Digital (PSD), yang sama-sama kita banggakan. Ini adalah pusat penelitian, pengembangan, dan inovasi solusi digital terintegrasi untuk ekosistem logistik maritim di Indonesia. […]

      May 20, 2024
    • Riri Satria adalah seorang pengamat ekonomi digital dan kreatif, sekaligus pencinta puisi yang lahir di Padang, Sumatera Barat, 14 Mei 1970. Sarjana Ilmu Komputer (S. Kom) dari Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia yang mengambil Magister Manajemen (MM) dari Sekolah Tinggi Manajemen PPM ini tengah menempuh program S3 Doctor of Business Administration (DBA) di Paris School […]

      Nov 14, 2021
    • DOWNLOAD DOKUMEN

      May 17, 2025
    • Mungkinkah seseorang mengeluti 3 profesi sekaligus secara serius dan sepenuh hati?. Bisa. Inilah yang dilakukan oleh Riri Satria, Sang Polymath Di suatu siang, Riri memasuki pelataran Taman Ismail Marzuki (TIM) dengan santai. Berkaos oblong, bercelana jeans serta beralas sandal. Di perjalanan memasuki sebuah ruang sastra, ia bertegur sapa dengan sejumlah seniman yang sedang berkumpul. Tanpa […]

      Jun 06, 2021
    • Assalamu alaikum wr wb. Salam dari Arafah, Mekkah Al Mukarramah. Tahukah sahabat bahwa nama Sukarno sangat terkenal di Arafah? Ya, pohon yang di belakang saya itu disebut oleh orang sini sebagai Pohon Sukarno. Pohon Soekarno di Padang Arafah adalah warisan hijau yang berasal dari usulan Presiden Sukarno saat melaksanakan ibadah haji pada tahun 1955. Usulan […]

      May 27, 2025

    F R I E N D S


    RECENT EVENT

    RECENT EVENT

    play-sharp-fill

    POJOK PODCAST

    KULBIZ SESI 1.3
    By BigThinkersID Host Pinpin Bhaktiar
    Kulbiz adalah tentang kuliah ilmu bisnis secara komprehensif, relevan dan asik 😁🥳🚀🔥
    video
    play-sharp-fill

    Podcast Selengkapnya klik disini...

    Hide picture