Riri Satria
KATEGORI
  • Dokumen
  • Terkini
  • Teknologi & Transformasi Digital
  • Ekonomi dan Bisnis
  • Sastra (Puisi dan Esai)
  • Apa Kata Media?
  • Apa Kata Sahabat?
  • Ikhsan Risfandi : “Log In Haramain: Membaca Takbir sebagai Koneksi Ruhani”

    24 Jun 2025 | Dilihat: 169 kali

    Log In Haramain: Membaca Takbir sebagai Koneksi Ruhani

    “Ada satu takbir yang selalu kujaga, takbir di hatiku, kepada-Mu.”

    Bait terakhir dalam puisi Takbir karya uda Riri Satria, ditulis di Mina pada Juni 2025, bukan sekadar penutup dari rangkaian kata. Ia adalah kunci masuk ke makna terdalam puisi tersebut—sebuah pernyataan spiritual bahwa yang paling penting dari semua gema takbir yang terdengar di berbagai tempat suci adalah takbir yang hidup di dalam hati. Takbir itu bukan suara semata, melainkan tanda ruhani—semacam “log in” ke hadirat Allah ﷻ.

    Puisi ini menjadi puisi pembuka dalam buku puisi terbaru Riri yang berjudul Log In Haramain, dirilis pada musim haji 2025. Buku ini bukan sekadar catatan perjalanan, tetapi sebuah dokumentasi batin atas pengalaman spiritual yang intens di Haramain. Judulnya menggabungkan dua dunia—“log in” sebagai istilah teknologi dan “Haramain” sebagai simbol ruang suci—menciptakan metafora baru bagi pengalaman religius umat Islam kontemporer.

    Mari kita cermati struktur puisinya:

    TAKBIR

    Ada gema takbir di Masjid Nabawi

    Ada gema takbir di Masjidil Haram

    Ada gema takbir di Al-Aziziyah

    Ada gema takbir di Arafah

    Ada gema takbir di Muzdalifah

    Ada gema takbir di Mina

    Takbir menggema menjadi orkestra Semesta Raya

    Ada satu takbir yang selalu kujaga

    takbir di hatiku, kepada-Mu

    (Mina, Juni 2025)

    Secara struktural, puisi ini menggunakan pengulangan (repetition)—perangkat puitik yang paling mencolok dalam karya ini. Frasa “ada gema takbir di…” diulang sebanyak enam kali. Teknik ini tidak hanya menciptakan ritme yang mengalun dan teratur, tetapi juga menciptakan efek mantra, seperti zikir yang terus diulang, menguatkan nuansa spiritual.

    Pengulangan ini juga berfungsi sebagai enumerasi spasial, yakni menyebut tempat-tempat suci yang secara geografis memang dilalui oleh jemaah haji: mulai dari Masjid Nabawi di Madinah, hingga Mina. Masing-masing tempat bukan sekadar lokasi fisik, melainkan memiliki konotasi spiritual. Dalam kerangka semiotik, seperti dijelaskan oleh Roland Barthes, ini adalah contoh signifiers yang mengarah ke makna-makna ruhani: Nabawi (kedamaian dan ilmu), Haram (tauhid dan doa), Arafah (pengakuan dan munajat), Muzdalifah (hening dan refleksi), dan Mina (pengorbanan dan jihad jiwa).

    Puisi ini juga menggunakan gradual climactic structure—struktur yang naik perlahan hingga mencapai klimaks. Mulai dari gema takbir di luar diri, yang kemudian berpuncak pada:

    Ada satu takbir yang selalu kujaga

    takbir di hatiku, kepada-Mu.

    Di sinilah teknik kontras (contrast) digunakan secara halus namun efektif. Setelah menyebut lokasi-lokasi eksternal, penyair justru menutup puisi dengan lokasi yang paling internal: hati. Ini adalah bentuk perjalanan batin yang berpindah dari luar ke dalam, dari ruang geografis ke ruang ruhani. Teknik ini disebut sebagai turning point, dan sangat umum dalam puisi-puisi sufistik, seperti yang digunakan oleh Jalaluddin Rumi dalam banyak ghazal-nya.

    Bait penutup juga menyiratkan epifani (epiphany)—momen pencerahan ruhani ketika penyair menemukan bahwa semua perjalanan, tak lain adalah menuju Allah. Kalimat “takbir di hatiku, kepada-Mu” adalah bentuk ekspresi tunduk total, dan tepat berada pada tempat klimaks, mengikat seluruh puisi dalam simpul makna.

    Dari segi bunyi, puisi ini memanfaatkan kesamaan vokal pada kata “takbir” dan “ku-jaga” yang menghasilkan efek musikalitas lembut di akhir, mengingatkan kita pada gaya liris penyair sufi Persia seperti Sohrab Sepehri yang juga bermain dengan ritme dan keheningan. Seperti kata Sepehri dalam puisi The Footsteps of Water:

    “We must wash our eyes, and see in another way.

    We must wash our words, and pray differently.”

    Riri seolah membalas baris itu dengan caranya sendiri: “takbir di hatiku” adalah cara baru berdoa. Bukan hanya dengan lafaz, tetapi dengan kesadaran penuh.

    Dalam konteks Islam, ini dikuatkan oleh sabda Nabi ﷺ:

    إِنَّ اللَّهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ

    “Sesungguhnya Allah tidak melihat rupa dan harta kalian, tetapi Dia melihat hati dan amal kalian.”

    (HR. Muslim no. 2564)

    Kita melihat bahwa perangkat puitik dalam puisi ini tidak digunakan secara berlebihan, tetapi secukupnya, tepat guna, dan mendukung pesan. Tak ada rima yang dipaksakan, tak ada metafora rumit. Justru dalam kesederhanaan, makna spiritualnya menyala.

    Cendekiawan Muslim modern, Shaykh Abdal Hakim Murad, pernah menyatakan dalam kuliahnya:

    “Arafah is not a place on the map. It is a state of soul. And Mina is not just a valley; it is your willingness to kill the ego.”

    (Cambridge Muslim College, 2018)

    Puisi ini berbicara dalam frekuensi yang sama. Bahwa tempat-tempat itu memang suci, tapi kesucian hakiki terjadi ketika manusia bisa mengaktifkan takbir dalam hatinya—itulah titik log in yang sesungguhnya.

    Terakhir, teknik puitik yang paling dominan dalam puisi ini—dan paling menyentuh—adalah kesadaran spiritual sebagai tema utama (spiritual consciousness as central theme). Ini bukan sekadar puisi relijius, tapi puisi yang berfungsi sebagai jembatan perenungan bagi siapa pun yang ingin menyambung kembali “sinyal langit” dalam hidupnya.

    Maka, “Log In Haramain” bukan hanya judul buku. Ia adalah konsep ruhani yang lahir dari pengalaman otentik. Dan puisi Takbir adalah jantung dari konsep itu: sederhana dalam diksi, dalam pada makna, tepat dalam bentuk, dan kuat dalam pesan.

    06.2025

    Staf Khusus Menteri Koordinator Politik dan Keamanan RI bidang Digital, Siber dan Ekonomi | Pakar Teknologi Digital | Pengamat Ekonomi Digital | Komisaris Utama Integrasi Logistik Cipta Solusi (ILCS)/Pelindo Solusi Digital (PSD) | Founder dan CEO Value Alignment Advisory (VA2) | Dosen Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia | Pendiri Jagat Sastra Milenia & SastraMedia.com | Penyair & Penulis | Pencinta Kopi

    Konten Populer

    • Era digital ini dengan segala kemajuannya seperti kecerdasan buatan, metaverse, bahkan media sosial sederhana pun seperti Facebook ini memiliki potensi dahsyat untuk melakukan rekayasa terhadap persepsi atau perception engineering.   Ya, sekarang eranya post truth society dan dunia penuh dengan yang namanya perseption engineering. Saat ini, perception is the reality, walaupun mereka yang sanggup berpikir […]

      May 27, 2024
    • Mengawali tulisan ini, saya ingin mengucapkan alhamdulillah puji syukur kepada Allah Jalla wa Alaa atas segala karunia di setiap detik dan hela napas pada hamba-hamba-Nya. Saya mengucapkan selamat serta ikut bangga dan bahagia atas amanah baru yang diembankan negara kepada Ketua Komunitas Jagat Sastra Milenia (JSM), abang, sahabat, penyair, sang inspirator Riri Satria sebagai Komisaris Utama […]

      Apr 13, 2024
    •   oleh: Riri Satria Hari ini adalah Hari Kebangkitan Nasional, 20 Mei 2024. Kita memperingatinya saat ini dengan meresmikan Digital Maritime Development Center (DMDC) PT. Integrasi Logistik Cipta Solusi (ILCS) / Pelindo Solusi Digital (PSD), yang sama-sama kita banggakan. Ini adalah pusat penelitian, pengembangan, dan inovasi solusi digital terintegrasi untuk ekosistem logistik maritim di Indonesia. […]

      May 20, 2024
    • Riri Satria adalah seorang pengamat ekonomi digital dan kreatif, sekaligus pencinta puisi yang lahir di Padang, Sumatera Barat, 14 Mei 1970. Sarjana Ilmu Komputer (S. Kom) dari Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia yang mengambil Magister Manajemen (MM) dari Sekolah Tinggi Manajemen PPM ini tengah menempuh program S3 Doctor of Business Administration (DBA) di Paris School […]

      Nov 14, 2021
    • Mungkinkah seseorang mengeluti 3 profesi sekaligus secara serius dan sepenuh hati?. Bisa. Inilah yang dilakukan oleh Riri Satria, Sang Polymath Di suatu siang, Riri memasuki pelataran Taman Ismail Marzuki (TIM) dengan santai. Berkaos oblong, bercelana jeans serta beralas sandal. Di perjalanan memasuki sebuah ruang sastra, ia bertegur sapa dengan sejumlah seniman yang sedang berkumpul. Tanpa […]

      Jun 06, 2021
    • DOWNLOAD DOKUMEN

      May 17, 2025
    • Menarik memahami makna pendidikan dalam budaya Minangkabau. Orang Minang memiliki banyak tempat belajar untuk hidupnya. “Sejatinya kita belajar dari berbagai tempat, yaitu sakola (sekolah), surau (masjid), galanggang (gelanggang), dan pasa (pasar). Di atas semua itu, kita harus mampu belajar dari semua yang ada di dalam, karena pepatah Minang mengatakan bahwa alam takambang jadi guru,” kata Pakar Teknologi Digital, Riri Satria, saat dihubungi majalahelipsis.com terkait […]

      May 03, 2024
    • Komunitas Jagat Sastra Milenia pada tanggal 10 Oktober 2024 mendatang merayakan Hari Ulang Tahun ke-4. Menyambut hari jadinya itu, Komunitas JSM mengundang penyair-penyair Indonesia mengirim puisi dan karya akan dibukukan. Ketua Komunitas JSM Riri Satria kepada majalahelipsis.com mengatakan, topik antologi puisi itu adalah “Dunia dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDG) dalam Puisi.” “Tahun 1980, Lembaga Studi Pembangunan […]

      May 03, 2024

    POJOK PODCAST

    KULBIZ SESI 1.3
    By BigThinkersID Host Pinpin Bhaktiar
    Kulbiz adalah tentang kuliah ilmu bisnis secara komprehensif, relevan dan asik 😁🥳🚀🔥
    video
    play-sharp-fill

    Podcast Selengkapnya klik disini...

    RECENT EVENT

    Buku Terbaru Riri Satria

    LOG IN HARAMAIN "Jejak Perjalanan Ibadah Haji"

    Hide picture