Riri Satria
KATEGORI
  • Dokumen
  • Terkini
  • Teknologi & Transformasi Digital
  • Ekonomi dan Bisnis
  • Sastra (Puisi dan Esai)
  • Apa Kata Media?
  • Apa Kata Sahabat?
  • Perang Opini di Internet Mengancam Ketahanan Ideologi Negara, Jika …

    08 May 2025 | Dilihat: 72 kali
    Yon Bayu
    Nasional | RILISID

    Riri Satria tengah memberikan kuliah umum di Hotel Revoli, Jakarta Pusat. Foto: Rilisid

    RILISID, nasional — Dunia tengah bergeser dari perang konvensional yang menggunakan peralatan tempur untuk membunuh lawan menjadi perang opini di ruang siber (cyberspace) yang mempengaruhi jiwa dan pikiran. Pakar teknologi digital Riri Satria mengungkap bahaya yang lebih serius di balik perdebatan opini di internet.

    “Kita sedang memasuki era peperangan berikutnya, yaitu perdebatan opini dan paradigma melalui diksi-diksi yang ditembakkan di mayantara. Sasarannya bukan raga, namun pikiran dan jiwa.

    Daya destruktifnya mungkin perlahan, namun secara agregat mampu merusak hal yang paling mendasar dalam sebuah ketahanan negara, yaitu ideologi,” ujar Riri yang juga Staf Khusus Menko Politik dan Keamaman RI, melalui unggahan di akun Facebook, Rabu (6/5/2025). Rilisid telah diizinkan untuk mengutip pernyataannya.

    Ideologi Pancasila, demikian Riri, memiliki makna besar dan juga printilan-printilannya. Ketahanan ideologi menjadi problem ketika ada pertarungan ideologi dunia seperti kapitalisme Barat, dan sosialisme Timur.

    “Narasi dari perang ideologi kemudian menjadi bacaan di internet. Jika ideologi Pancasila tidak kuat, maka akan mengalami distorsi,” tegas Riri.

    Oleh karenanya, Pancisila harus memiliki ketahan ideologi yang disesuaikan dengan era digital seperti sekarang. “Kita tidak bisa lagi mengajarkan Pancasila doktriner. Kesalahan di masa lalu, ideologi Pancasila diajarkan secara doktriner ala militer. Padahal ideologi harus berkembang, bisa dikritisi, dan yang paling penting membumi,” kata penyair yang telah menulis banyak buku, baik yang terkait teknologi maupun puisi.

    Namun demikian, Riri menekankan, prinsip dasar ideologi harus tetap dijaga. Jangan terdistorsi oleh paham lain. Riri mencontohkan, sila Ketuhanan Yang Maha Esa.

    “Itu harga mati. Siapa pun yang hidup di Indonesia harus percaya Tuhan, tidak boleh atheis. Bahwa agamanya apa, tempat ibadahnya apa, itu printilannya. Bisa dijabarkan. Dalam konteks pertahanan idelogi, maka Ketuhanan Yang Maha Esa tidak boleh dibobol oleh paham atheis,” jelas doktor lulusan Paris School of Business, Perancis tersebut.

    Sila Kelima, Keadilan Sosial Bagi Seluruh rakyat Indonesia, juga tidak boleh dibobol oleh sistem free market competion. Cara menjaganya tidak cukup hanya dengan doktrin, atau diskusi saja, tapi melalui kebijakan untuk mengatasi kesenjangan sosial di tengah masyarakat.

    Salah satu persoalan keadilan sosial sekarang adalah disparitas harga antara Sabang dengan Marauke. Harga BBM, semen dan lain-lain di Merauke berbeda berkali-kali lipat dengan di Jawa. Penyebabnya biaya transportasi dan logistik mahal, padahal harga pokok manufakturnya sama.

    Untuk mengatasinya, berarti harus ada infrastruktur ke Indonesia timur sehingga dapat memudahkan pengiriman barang serta menurunkan biaya transpotasi dan logistik. Misalnya tol laut yang pernah dicanangkan Presiden RI ke-7 Joko Widodo.

    “Keadilan sosial tidak akan terbentuk apabila masih ada perbedaan harga antar wilayah di Indonesia. Jangan sampai keadilan sosial dimaknai sebagai free fight competion sehingga muncul ungkapan, “salah kamu sendiri mengapa tinggal di ujung negeri, jadi harganya mahal”. Setiap warga bangsa, yang tinggal di kota maupun di desa, termasuk di ujung negeri, memiliki hak yang sama untuk mendapat perlindungan, termasuk perlindungan harga barang yang setara,” urai Riri.

    Riri mendukung adanya perdebatan opini dan dialektika, untuk mencari bentuk terbaik. Misal berdebat tentang model keadilan sosial. Hal itu sah-sah saja sepanjang masih dalam koridor keadilan sosial.

    “Wacana yang tidak boleh dibuka dan diperdebatkan adalah boleh tidaknya atheis berkembang di Indonesia. Jika wacana itu diperdebatkan, nanti berkembang ke wacana lain, apakah boleh mengubah Pancasila dan seterusnya. Sekali lagi, iu tidak boleh. Itulah makna ketahanan ideologi di era digital. Tidak melarang diskusi, tetapi ada batasannya. Ideologi itu koridor. Jika suatu bangsa tidak ada koridor, pasti bubar,” ujar Komisaris Utama pada salah satu BUMN itu.

    Ketahanan Pikiran

    Jika negara harus memiliki ketahanan ideologi, demikian juga individu pengguna internet, termasuk sosial media. Sebab perang opini melalui unggahan di sosmed, memiliki sasaran melemahkan prinsip-prinsip, nilai-nilai, mental dan semangat juang, serta teamwork.

    “Menghadapi perang seperti ini memang susah, karena musuhnya tidak ketahuan secara fisik, melainkan tersembunyi di balik kata-kata, mulai dari yang kasar dan vulgar, sampai dengan yang halus,” kata Ketua Jagat Sastra Milenia (JSM) itu.

    Maka ketahanan yang harus dibangun adalah ketahanan pikiran, ketahanan nilai-nilai dan prinsip, ketahanan mental, serta ketahanan fokus dan persistensi terhadap tujuan.

    “Ketika kita sudah masuk ke dalam internet atau ruang siber, maka kita akan terhubung kepada banyak hal-hal baik seperti sumber informasi dan pengetahuan. Namun jangan lupa, sekaligus kita terhubung ke sebuah rimba raya yang disebut dengan dark territory yang penuh dengan ular dan serigala,” ujar Riri seraya menekankan agar ketika kita bmasuk ke dunia siber, maka harus memiliki ketahanan yang kuat, mulai dari diri sendiri atau individu, kelompok, bahkan negara.

    Riri mengakui, netizen Indonesia mendominasi ranah internet. Sebab penduduk Indoensia sangat besar, lebih dari 280 juta. Yang terhubung ke internet juga besar. Meski RRC juga memiliki jumlah penduduk yang besar, namun ada pembatasan akses terhadap internet. Sementara orang Barat, seperti Amerika Serikat, tidak suka ngerumpi. Menurut Riri, netizen Indonesia, dan juga India, memang cukup dominan karena dikenal aktif bicara atau talk.

    Kedua, Indonesia negera berkembang sehingga mengalami euforia adaptasi. Waktu yang dihabiskan (spend) untuk ngerumpi di internet, cukup lama dibanding Asia Tenggara lainnya. Hal itu terjadi karena Indonesia termasuk negara dengan budaya lisan. Yang diunggah di sosmed adalah kalimat-kalimat lisan (sehari-hari), bukan kalimat (dengan strktur dan kosakata) yang baik.

    “Contohnya, ungkapan “ape lu!”, “pale lu” dan lain-lain. Jadi murni bahasa lisan yang diterjemahkan ke tulisan. Akibatnya ketika dibaca netizen lain mungkin menimbulkan persepsi berbeda. Bagi netizen di kultur A biasa saja, tapi tidak biasa di kultur B,” jelasnya.

    Sesuatu yang ada di lokal, ketika diangkat ke global (internet), maka akan mengalami benturan budaya. Benturan itu semakin menarik ketika karena di di Indonesia ada ratusan bahasa daerah. Perbedaan perilaku, kultur dan bahasa bertemu dalam percakapan internet sehingga muncul label tidak sopan dan sebagainya.

    “Justifikasi sopan atau tidak sopan base of kebiasaan kita. Jadi saya tidak setuju ketika ada lembaga yang mengatakan netizen kita tidak sopan ketika berinteraksi di internet. Sebab label tidak sopan disematkan secara subjektif karena adanya benturan budaya,” pungkas Riri.

    Sumber : RILIS ID

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

    Editor : Rilis

    Staf Khusus Menteri Koordinator Politik dan Keamanan RI bidang Digital, Siber dan Ekonomi | Pakar Teknologi Digital | Pengamat Ekonomi Digital | Komisaris Utama Integrasi Logistik Cipta Solusi (ILCS)/Pelindo Solusi Digital (PSD) | Founder dan CEO Value Alignment Advisory (VA2) | Dosen Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia | Pendiri Jagat Sastra Milenia & SastraMedia.com | Penyair & Penulis | Pencinta Kopi

    Konten Populer

    • Era digital ini dengan segala kemajuannya seperti kecerdasan buatan, metaverse, bahkan media sosial sederhana pun seperti Facebook ini memiliki potensi dahsyat untuk melakukan rekayasa terhadap persepsi atau perception engineering.   Ya, sekarang eranya post truth society dan dunia penuh dengan yang namanya perseption engineering. Saat ini, perception is the reality, walaupun mereka yang sanggup berpikir […]

      May 27, 2024
    • Mengawali tulisan ini, saya ingin mengucapkan alhamdulillah puji syukur kepada Allah Jalla wa Alaa atas segala karunia di setiap detik dan hela napas pada hamba-hamba-Nya. Saya mengucapkan selamat serta ikut bangga dan bahagia atas amanah baru yang diembankan negara kepada Ketua Komunitas Jagat Sastra Milenia (JSM), abang, sahabat, penyair, sang inspirator Riri Satria sebagai Komisaris Utama […]

      Apr 13, 2024
    •   oleh: Riri Satria Hari ini adalah Hari Kebangkitan Nasional, 20 Mei 2024. Kita memperingatinya saat ini dengan meresmikan Digital Maritime Development Center (DMDC) PT. Integrasi Logistik Cipta Solusi (ILCS) / Pelindo Solusi Digital (PSD), yang sama-sama kita banggakan. Ini adalah pusat penelitian, pengembangan, dan inovasi solusi digital terintegrasi untuk ekosistem logistik maritim di Indonesia. […]

      May 20, 2024
    • Riri Satria adalah seorang pengamat ekonomi digital dan kreatif, sekaligus pencinta puisi yang lahir di Padang, Sumatera Barat, 14 Mei 1970. Sarjana Ilmu Komputer (S. Kom) dari Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia yang mengambil Magister Manajemen (MM) dari Sekolah Tinggi Manajemen PPM ini tengah menempuh program S3 Doctor of Business Administration (DBA) di Paris School […]

      Nov 14, 2021
    • Mungkinkah seseorang mengeluti 3 profesi sekaligus secara serius dan sepenuh hati?. Bisa. Inilah yang dilakukan oleh Riri Satria, Sang Polymath Di suatu siang, Riri memasuki pelataran Taman Ismail Marzuki (TIM) dengan santai. Berkaos oblong, bercelana jeans serta beralas sandal. Di perjalanan memasuki sebuah ruang sastra, ia bertegur sapa dengan sejumlah seniman yang sedang berkumpul. Tanpa […]

      Jun 06, 2021
    • Menarik memahami makna pendidikan dalam budaya Minangkabau. Orang Minang memiliki banyak tempat belajar untuk hidupnya. “Sejatinya kita belajar dari berbagai tempat, yaitu sakola (sekolah), surau (masjid), galanggang (gelanggang), dan pasa (pasar). Di atas semua itu, kita harus mampu belajar dari semua yang ada di dalam, karena pepatah Minang mengatakan bahwa alam takambang jadi guru,” kata Pakar Teknologi Digital, Riri Satria, saat dihubungi majalahelipsis.com terkait […]

      May 03, 2024
    • DOWNLOAD DOKUMEN

      May 17, 2025
    • Komunitas Jagat Sastra Milenia pada tanggal 10 Oktober 2024 mendatang merayakan Hari Ulang Tahun ke-4. Menyambut hari jadinya itu, Komunitas JSM mengundang penyair-penyair Indonesia mengirim puisi dan karya akan dibukukan. Ketua Komunitas JSM Riri Satria kepada majalahelipsis.com mengatakan, topik antologi puisi itu adalah “Dunia dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDG) dalam Puisi.” “Tahun 1980, Lembaga Studi Pembangunan […]

      May 03, 2024

    POJOK PODCAST

    KULBIZ SESI 1.3
    By BigThinkersID Host Pinpin Bhaktiar
    Kulbiz adalah tentang kuliah ilmu bisnis secara komprehensif, relevan dan asik 😁🥳🚀🔥
    video
    play-sharp-fill

    Podcast Selengkapnya klik disini...

    RECENT EVENT

    55 TAHUN RIRI SATRIA

    Hide picture