Riri Satria Lecturer - Researcher - Poetry & Coffee Lover
Padang – Sabtu malam (27/09/2025), pelataran parkir Taman Budaya Sumatera Barat, mendadak ramai. Sebuah panggung berdiri di pintu masuk lengkap dengan sound system. Di depannya, puluhan orang yang terdiri dari seniman dan mahasiswa dengan wajah-wajah cerah duduk lesehan pada karpet yang sengaja dibentangkan. Mereka dengan sangat antusias menanti pertunjukkan demi pertunjukan yang ditampilkan malam itu.
Iven bertajuk Panggung Ekspresi dan Orasi Budaya itu dihelat oleh Forum Perjuangan Seniman (FPS) Sumatera Barat. Kegiatan tersebut menjadi agenda rutin yang digelar para seniman untuk menampilkan berbagai karya yang ditelurkan selama ini.
Riri Satria, seorang penyair dan aktivis sastra tampil menyampaikan orasi budaya. Dia sengaja datang khusus dari Jakarta untuk berorasi dihadapan para seniman di Sumbar. Orasi budayanya mengusung topik “Model Pentahelix untuk Tata Kelola Organisasi Kesenian / Kebudayaan di Era Masyarakat 5.0 “.
Dia mengawalinya dengan mengatakan, apreasiasi kepada seni harus dimulai dari keluarga. Sejatinya orang tua membekali anak-anak dengan pendidikan untuk ilmu pengetahuan, pendidikan etika moral keagamaan, serta pendidikan untuk mengapreasiasi seni.
“Ilmu pengetahuan membuat hidup menjadi lebih efektif dan efisien, etika moral keagamaan membuat hidup menjadi lebih terarah serta bermakna penuh kebaikan, serta kesenian membuat hidup menjadi lebih indah. Ketiganya sejalan untuk membentuk masyarakat madani,” kata pria kelahiran Padang, 14 Mei 1970 ini.
Dikatakannya, seniman dapat membuat karya seni sendiri. Namun untuk menjadi seniman yang handal, dibutuhkan orang lain, kita membutuhkan pihak lain. Pihak lain itu diperlukan untuk membuat sebuah iklim berkesenian atau kebudayaan yang kondusif, yang disebut dengan eksistem, yang dibangun melalui sebuah tata kelola yang baik dan benar.
Model pentahelix adalah model tata kelola yang melibatkan secara aktif 5 pilar, yaitu pemerintah sebagai pembuat regulasi, masyarakat akademik, penelitian, serta professional sebagai think tank, sektor bisnis sebagai sponsor atau pendanaan, media sebagai saluran komunikasi, serta masyarakat pelaku seni budaya dan umum sebagai pemanfaatnya.
“Model pentahelix ini membutuhkan motor peggerak supaya semuanya senergis dan harmonis, yaitu adanya lembaga otoritas kesenian atau kebudayaan seperti dewan kesenian,” ujar pendiri serta Ketua Jagat Sastra Milenia (JSM) di Jakarta ini.
Keberadaan Dewan Kesenian atau Dewan Kebudayaan, atau apapun namanya, itu sangat penting, karena itulah motor penggerak ekosistem kesenian dan kebudayaan di sebuah wilayah. Tanpa dewan ini, maka semua stakeholders dalam model pentahelix akan berjalan sendiri-sendiri, tidak ada tujuan besar yang mengikat, dan akhirnya ekosistem kesenian atau kebudayaan yang terbentuk tanpa arah, atau malahan tidak terbentuk sama sekali.
“Model pentahelix ini sebenarnya sejalan dengan UU Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, di mana perlu keterlibatan banyak pihak untuk membentuk ekosistem kesenian atau kebudayaan tersebut,” jelas Riri yang saat juga mengemban amanah sebagai Komisaris Utama PT Integrasi Logistik Cipta Solusi (ILCS) atau lebih dikenal dengan Pelindo Solusi Digital (PSD).
Untuk menjalankan model pentahelix ini supaya tepat guna dan berhasil guna, maka ada 6 agenda strategis atau action plan yang harus dilaksanakan, yaitu :
Menyatukan seniman dan budayawan dalam satu visi misi yang sama.
Membentuk kelompok penekan atau pressure group melalui aliasi untuk mendapatkan atensi pemerintah.
Kampanye yang masif melalui media, baik mainstream maupun media sosial.
Aktif melakukan audiensi dengan berbagai pihak.
Membangun akses ke berbagai dewan kesenian di wilayah Indonesia lainya.
Bangun pendanaan mandiri melalui berbagai aliansi.
“Tanpa adanya model pemikiran tata kelola yang jelas seperti pentahelix ini, serta tanpa ageda strategis atau action plan yang jelas, akan sulit mewujudkan ekosistem kesenian dan kebudayaan yang tangguh sebagai salah satu bagian dari ketahanan nasioal, yaitu ketahanan budaya,” katanya. (devi)
Riri Satria lahir di Padang, Sumatera Barat 14 Mei 1970, aktif bergiat di dunia kesusatraan Indonesia, pendiri serta Ketua Jagat Sastra Milenia (JSM) di Jakarta, serta menulis puisi. Namanya tercantum dalam buku “Apa dan Siapa Penyair Indonesia’ yang diterbitkan Yayasan Hari Puisi Indonesia (2018). Puisinya sudah diterbitkan dalam buku puisi tunggal: “Jendela” (2016), “Winter in Paris” (2017), “Siluet, Senja, dan Jingga” (2019), serta “Metaverse” (2022), di samping lebih dari 60 buku kumpulan puisi bersama penyair lainnya, termasuk buku kumpulan puisi duet bersama penyair Emi Suy berjudul “Algoritma Kesunyian” (2023). Riri juga menulis esai dengan beragam topik: sains dan matematika, teknologi dan transformasi digital, ekonomi dan bisnis, pendidikan dan penelitian, yang dibukukan dalam beberapa buku: “Untuk Eksekutif Muda: Paradigma Baru dalam Perubahan Lingkungan Bisnis” (2003), trilogi “Proposisi Teman Ngopi” (2021) yang terdiri tiga buku “Ekonomi, Bisnis, dan Era Digital”, “Pendidikan dan Pengembangan Diri”, dan “Sastra dan Masa Depan Puisi” (2021), serta “Jelajah” (2022). Dalam beberapa tahun terakhir ini sejak tahun 2018, Riri Satria aktif menekuni dampak teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence atau AI) terhadap dunia kesusastraan, terutama puisi. Riri diundang menjadi narasumber untuk membahas topik ini di berbagai acara sastra, antara lain: Seminar Internasional Sastra di Universitas Pakuan, Bogor (2018), Seminar Perayaan Hari Puisi Indonesia, Jakarta (2019), Banjarbaru’s Rainy Day Literary Festival, Banjarbaru Kalimantan Selatan (2019), Seminar Perayaan Hari Puisi Indonesia, Jakarta (2021), Malay Writers and Cultural Festival (MWCF) 2024 di Jambi (2024), Seminar Jambore Sastra Asia Tenggara (JSAT) di Banyuwangi (2024), serta Seminar Etika Kreasi di Era Digital, Diskusi Hak Cipta dan Filosofi AI yang diselenggarakan oleh Dewan Kesenian Jakarta (2025). Sebagai Staf Khusus Menteri Koordinator Politik dan Keamanan Republik Indonesia (Meko Polkam RI) bidang Digital, Siber, dan Ekonomi sejak Oktober 2024 s/d September 2025, sebagai Komisaris Utama PT. ILCS Pelindo Solusi Digital PSD sejak April 2024, sebuah perusahaan teknologi dalam grup Pelabuhan Indonesia atau Pelindo. Sebelumnya selama 5 tahun Riri menjabat sebagai Komisaris Independen pada PT. Jakarta International Container Terminal (JICT) 2019-2024, sebuah pelabuhan petikemas terbesar di Indonesia yag merupakan joint venture antara Pelabuhan Indonesia dengan Hutchison Port Holdings Hongkong melalui Hutchison Ports Indonesia. Riri juga anggota Dewan Juri untuk Indonesia Digital Culture Excellence Award serta Indonesia Human Capital Excellence Award sejak tahun 2021. Riri juga dosen Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, dan mengajar topik Sistem Korporat, Bisnis Digital, Manajemen Strategis Sistem Informasi, serta Metodologi Penelitian untuk program Magister Teknologi Informasi (MTI). Selain itu Riri adalah Anggota Dewan Pertimbangan Ikatan Alumni Universitas Indonesia dan sebelumnya Ketua Ikatan Alumni Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia.
Pada tahun 2025, transaksi ekonomi digital diperkirakan se besar Rp 1.775 T. Ekonomi digital Indonesia diperkirakan akan terus berkembang dengan nilai transaksi diprediksi akan mencapai US$124 miliar atau sekitar Rp1.775 triliun pada tahun 2025. Dengan proyeksi tersebut, Indonesia akan berada pada peringkat pertama di ASEAN sebagai negara dengan nilai transaksi ekonomi digital terbesar dengan kontribusi […]
Mengawali tulisan ini, saya ingin mengucapkan alhamdulillah puji syukur kepada Allah Jalla wa Alaa atas segala karunia di setiap detik dan hela napas pada hamba-hamba-Nya. Saya mengucapkan selamat serta ikut bangga dan bahagia atas amanah baru yang diembankan negara kepada Ketua Komunitas Jagat Sastra Milenia (JSM), abang, sahabat, penyair, sang inspirator Riri Satria sebagai Komisaris Utama […]
Era digital ini dengan segala kemajuannya seperti kecerdasan buatan, metaverse, bahkan media sosial sederhana pun seperti Facebook ini memiliki potensi dahsyat untuk melakukan rekayasa terhadap persepsi atau perception engineering. Ya, sekarang eranya post truth society dan dunia penuh dengan yang namanya perseption engineering. Saat ini, perception is the reality, walaupun mereka yang sanggup berpikir […]
oleh: Riri Satria Hari ini adalah Hari Kebangkitan Nasional, 20 Mei 2024. Kita memperingatinya saat ini dengan meresmikan Digital Maritime Development Center (DMDC) PT. Integrasi Logistik Cipta Solusi (ILCS) / Pelindo Solusi Digital (PSD), yang sama-sama kita banggakan. Ini adalah pusat penelitian, pengembangan, dan inovasi solusi digital terintegrasi untuk ekosistem logistik maritim di Indonesia. […]
Riri Satria adalah seorang pengamat ekonomi digital dan kreatif, sekaligus pencinta puisi yang lahir di Padang, Sumatera Barat, 14 Mei 1970. Sarjana Ilmu Komputer (S. Kom) dari Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia yang mengambil Magister Manajemen (MM) dari Sekolah Tinggi Manajemen PPM ini tengah menempuh program S3 Doctor of Business Administration (DBA) di Paris School […]
Mungkinkah seseorang mengeluti 3 profesi sekaligus secara serius dan sepenuh hati?. Bisa. Inilah yang dilakukan oleh Riri Satria, Sang Polymath Di suatu siang, Riri memasuki pelataran Taman Ismail Marzuki (TIM) dengan santai. Berkaos oblong, bercelana jeans serta beralas sandal. Di perjalanan memasuki sebuah ruang sastra, ia bertegur sapa dengan sejumlah seniman yang sedang berkumpul. Tanpa […]
Menarik memahami makna pendidikan dalam budaya Minangkabau. Orang Minang memiliki banyak tempat belajar untuk hidupnya. “Sejatinya kita belajar dari berbagai tempat, yaitu sakola (sekolah), surau (masjid), galanggang (gelanggang), dan pasa (pasar). Di atas semua itu, kita harus mampu belajar dari semua yang ada di dalam, karena pepatah Minang mengatakan bahwa alam takambang jadi guru,” kata Pakar Teknologi Digital, Riri Satria, saat dihubungi majalahelipsis.com terkait […]