Riri Satria Lecturer - Researcher - Poetry & Coffee Lover
Pakar Teknologi Digital Riri Satria mengatakan bahwa penyair tidak perlu khawatir menghadapi teknologi kecerdasan buatan (AI). Penyair harus berani membuka ruang-ruang kreativitas baru dan berakrab-akrab dengan AI untuk mendukung kerja-kerja kreatif kepenyairan di masa depan.
“Ruang-ruang kreativitas baru inilah nanti yang menjadi keunggulan penyair yang tak pernah bisa tergantikan oleh mesin (AI),” ujar Riri Satria ketika berbicara pada sharing session tentang kecerdasan buatan (AI) dan puisi yang ditaja Komunitas Jatijagat Kehidupan Puisi Denpasar, Jumat (5/7/2024), di Reno, Denpasar, Bali.
Diskusi yang dipandu Ngurah Arya Dimas Hendratno, Lurahnya Jatijagat Kehidupan Puisi Denpasar, itu juga dihadiri beberapa sastrawan senior asal Bali, seperti Dewa Putu Sahadewa, GM Sukawidana, Warih Wisatsana, Oka Rusmini, Tan Lioe Ie, Nunung Noor El Niel, Landras, dan lainnya.
Riri Satria juga memancing pertanyaan tentang apa yang harus dilakukan penyair dan bagaimana masa depan puisi di tengah makin pesatnya perkembang teknologi AI yang dampaknya terus meluas. Masihkah puisi menjadi sesuatu yang menarik ketika kerja-kerja kreatif seorang penyair dalam sekejap dapat diambil alih oleh mesin?
Riri Satria menjelaskan, mesinlah nanti yang akan belajar kepada para penyair seperti halnya GPT-2 yang belajar kepada puisi karya Robert Frost, Emily Dickinson, serta Whitman.
“Di sinilah pentingnya memaksimalkan HOTS (Hight Order Thingking Skills). Namun, untuk para penyair yang tidak mampu memaksimalkan HOTS dan merasa sudah nyaman dengan HOTS, maka lama kelamaan posisinya akan digantikan oleh mesin yang bernama AI (artificial intelligence),” ujar Riri Satria.
Menurut Riri, AI itu adalah buatan, bukan kecerdasan hakiki yang dimiliki manusia. Dengan demikian, tetap manusia yang memegang kendali, manusia yang mengatur dengan memaksimalkan HOTS.
“Manusia itu adalah subyek, bukan obyek. Namun, masalah akan mendatangi manusia yang hanya memiliki kapasitas setingkat LOTS (Low Order Thingking Skills). Sesuai dengan prinsip generative AI, maka dia butuh referensi untuk membuat struktur atau pola. Maka, AI itu mereferensi kepada manusia, bukan sebaliknya. Manusia seperti apa? Yaitu yang mampu memaksimalkan HOTS, bukan hanya sekadar LOTS,” papar Riri Satria.
Agar kecerdasan buatan tidak memberikan dampak negatif, menurut Riri Satria, pemerintah wajib hadir untuk mengatur AI ini.
“Ya, pemerintah harus hadir, karena tidak semua masyarakat memiliki kemampuan untuk memahami teknologi ini,” kata Riri.
Riri Satria juga mengajak kepada siapa saja yang ingin bersentuhan dengan kecerdasan buatan, termasuk penyair, harus terus belajar mengikuti perkembangan AI dan tidak larut dengan kejayaan masa lalu.
“Manusia bisa saja dikalahkan mesin, kalau tidak mau belajar. Sementara AI terus belajar dari kecerdasan manusia sehingga AI mampu mengumpulkan berbagai informasi yang diperintahkan manusia,” katanya.
Ditambahkan Riri Satria, dengan teknologi kecerdasan buatan (AI), komputer bisa melakukan pembelajaran terhadap fakta berupa data yang diberikan yang dikenal dengan istilah machine learning. Dengan demikian, mesin terus-menerus memperbaharui pengetahuannya tentang perpuisian di dunia ini.
Big data membuat komputer memiliki kemampuan menyimpan jutaan puisi sebagai referensinya.
“Dengan teknologi AI, komputer mampu ‘belajar’ seperti halnya manusia. Tingkat yang dasar disebut machine learning, namun yang lebih rumit disebut deep learning. Jika pada manusia, machine learning itu adalah gaya belajar orang kebanyakan, sedangkan deep learning adalah gaya belajar manusia genius.
Riri Satria juga menjelaskan proses penciptaan puisi. Secara generik, proses penciptaan puisi oleh manusia itu melewati empat tahapan, yaitu (1) observasi, (2) kontemplasi, (3) penyaringan emosi, serta (4) komposisi atau konstruksi. Semuanya dilakukan dengan melibatkan rasa, hati, dan pendalaman batiniah oleh manusia. Itulah yang membuat puisi memiliki daya gugah yang tinggi.
“Sementara itu komputer melakukan keempat proses itu secara mekanistik atau algoritmik, tentu saja tanpa melibatkan rasa atau proses batiniah apa pun. Sudah pasti puisi yang dibuat komputer sangat terpaku kepada bahasa, kosa kata, serta sintaks. Komputer menyusun sebuah puisi berdasarkan pengetahuan yang dia miliki dalam wujud bahasa, kosa kata, dan sintaks tersebut, atau aspek linguistik semata. Komputer tidak memiliki pengetahuan tentang dunia nyata dan imajinasi atau the knowledge of reality and imagination yang dimiliki manusia ketika membuat puisi,” jelas Riri.
Riri Satria meyakinkan para penyair untuk tidak perlu khawatir terhadap perkembangan kecerdasan buatan, namun jangan menutup mata terhadap tantangan masa depan puisi.
“Kita harus membuka ruang-ruang kreativitas yang baru yang merupakan keunggulan manusia yang tak pernah bisa tergantikan oleh mesin. Inilah peluang kita untuk mempertegas mana porsi mesin dan mana porsi manusia. Semua ini menantang kita untuk menjaga marwah perpuisian lebih baik lagi. Dengan demikian, para penyair harus mampu menjawab tantangan tersebut, bukan hanya sebatas membuat puisi, melainkan jauh lebih fundamental. Misalnya isu etika, apakah menggunakan komputer untuk membantu membuat puisi itu melanggar etika atau tidak? Apakah puisi yang dihasilkan mesin itu juga dapat disebut puisi? Inilah tantangan ke depannya,” ungkap Riri.
Jadi, tambah Riri, perkembangan teknologi kecerdasan buatan yang mampu membuat puisi memberikan tantangan kepada dunia perpuisian serta kepenyairan, mulai dari tantangan teknis, sampai kepada hal yang fundamental, yaitu tantangan filosofis dan etika.
“Inilah yang harus dijawab bersama. Kita tidak lagi pada porsi menahan lajunya perkembangan teknologi, melainkan menyikapi perkembangan teknologi dengan arif dan bijaksana, dan tentu saja dengan pemikiran dan catatan kritis, termasuk dalam dunia perpuisian dan kepenyairan,” tambahnya.
Staf Khusus Menteri Koordinator Politik dan Keamanan RI bidang Digital, Siber dan Ekonomi - Pakar Teknologi Digital - Pengamat Ekonomi Digital - Komisaris Utama Integrasi Logistik Cipta Solusi (ILCS)/Pelindo Solusi Digital (PSD) - Founder dan CEO Value Alignment Advisory (VA2) - Dosen Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia - Pendiri Jagat Sastra Milenia & SastraMedia.com - Penyair & Penulis - Pencinta Kopi
Era digital ini dengan segala kemajuannya seperti kecerdasan buatan, metaverse, bahkan media sosial sederhana pun seperti Facebook ini memiliki potensi dahsyat untuk melakukan rekayasa terhadap persepsi atau perception engineering. Ya, sekarang eranya post truth society dan dunia penuh dengan yang namanya perseption engineering. Saat ini, perception is the reality, walaupun mereka yang sanggup berpikir kritis […]
Hari ini adalah Hari Kebangkitan Nasional, 20 Mei 2024. Kita memperingatinya saat ini dengan meresmikan Digital Maritime Development Center (DMDC) PT. Integrasi Logistik Cipta Solusi (ILCS) / Pelindo Solusi Digital (PSD), yang sama-sama kita banggakan. Ini adalah pusat penelitian, pengembangan, dan inovasi solusi digital terintegrasi untuk ekosistem logistik maritim di Indonesia. Hari ini kita di […]
Mengawali tulisan ini, saya ingin mengucapkan alhamdulillah puji syukur kepada Allah Jalla wa Alaa atas segala karunia di setiap detik dan hela napas pada hamba-hamba-Nya. Saya mengucapkan selamat serta ikut bangga dan bahagia atas amanah baru yang diembankan negara kepada Ketua Komunitas Jagat Sastra Milenia (JSM), abang, sahabat, penyair, sang inspirator Riri Satria sebagai Komisaris Utama […]
Riri Satria adalah seorang pengamat ekonomi digital dan kreatif, sekaligus pencinta puisi yang lahir di Padang, Sumatera Barat, 14 Mei 1970. Sarjana Ilmu Komputer (S. Kom) dari Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia yang mengambil Magister Manajemen (MM) dari Sekolah Tinggi Manajemen PPM ini tengah menempuh program S3 Doctor of Business Administration (DBA) di Paris School […]
Mungkinkah seseorang mengeluti 3 profesi sekaligus secara serius dan sepenuh hati?. Bisa. Inilah yang dilakukan oleh Riri Satria, Sang Polymath Di suatu siang, Riri memasuki pelataran Taman Ismail Marzuki (TIM) dengan santai. Berkaos oblong, bercelana jeans serta beralas sandal. Di perjalanan memasuki sebuah ruang sastra, ia bertegur sapa dengan sejumlah seniman yang sedang berkumpul. Tanpa […]
Komunitas Jagat Sastra Milenia pada tanggal 10 Oktober 2024 mendatang merayakan Hari Ulang Tahun ke-4. Menyambut hari jadinya itu, Komunitas JSM mengundang penyair-penyair Indonesia mengirim puisi dan karya akan dibukukan. Ketua Komunitas JSM Riri Satria kepada majalahelipsis.com mengatakan, topik antologi puisi itu adalah “Dunia dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDG) dalam Puisi.” “Tahun 1980, Lembaga Studi Pembangunan […]
Beri kuliah umum di hadapan 200 mahasiswa Unand, Riri Satria: Generasi Hari Ini Jangan Sampai Jadi Penonton Di Negara Sendiri. Mahasiswa harus jeli dan melek pada perubahan. Perubahan adalah suatu keniscayaan. Dalam menghadapi perubahan itu, ada yang pro dan ada pula yang kontra. “Semua, tentu, tergantung dari sudut pandang mereka. Yang menolak perubahan menurut mereka […]
INFO PEMUATAN KARYA SASTRAMEDIA.COM EDISI MINGGU: 12 Mei 2024 “Erotika Kualasimpang yang Ganjil tak Bertu(h)an” SAJAK Kualasimpang – Raudal Tanjung Banua https://www.sastramedia.com/…/kualasimpang-raudal… Tahun yang Ganjil – Arif Purnama Putra (Arif P. Putra) https://www.sastramedia.com/…/tahun-yang-ganjil-arif… CERPEN Daerah Tak Bertu(h)an – Fakhrunnas MA Jabbar https://www.sastramedia.com/…/daerah-tak-bertuhan… ESAI Erotika Sosial dalam Puisi-Puisi Aslan Abidin – Jusiman Dessirua […]
Menarik memahami makna pendidikan dalam budaya Minangkabau. Orang Minang memiliki banyak tempat belajar untuk hidupnya. “Sejatinya kita belajar dari berbagai tempat, yaitu sakola (sekolah), surau (masjid), galanggang (gelanggang), dan pasa (pasar). Di atas semua itu, kita harus mampu belajar dari semua yang ada di dalam, karena pepatah Minang mengatakan bahwa alam takambang jadi guru,” kata Pakar Teknologi Digital, Riri Satria, saat dihubungi majalahelipsis.com terkait […]
Banyak hal baru bermunculan saat ini yang mungkin sebelumnya tidak terbayangkan oleh masyarakat banyak, misalnya algoritma bahkan yang artificial intelligence sudah menjadi bagian dari hidup sehari-hari. Selain itu, juga ada yang namanya cryptocurrency, dan sebagainya. “Tantangan terbesar untuk sukses memasuki era ekonomi digital dan melakukan tranformasi digital hari ini terletak pada diri kita sendiri, yaitu mengubah mindset. Tanpa growth mindset, kita akan sulit […]
Obrolan saya (narasumber) dengan Maudy Koesnaedi (host), soal penerapan immersive technology atau virtual reality untuk Museum, pada podcast Dinas Kebudayaan Jakarta