Riri Satria
KATEGORI
  • Teknologi dan Transformasi Digital
  • Ekonomi dan Bisnis
  • Sastra (Puisi dan Esai)
  • Apa Kata Media?
  • Apa Kata Sahabat?
  • Hadapi Arus Deras Disrupsi Digital, Riri Satria: Orang Minang Banyak Tempat Untuk Belajar

    BY 03 May 2024 Dilihat: 149 kali

    Menarik memahami makna pendidikan dalam budaya Minangkabau. Orang Minang memiliki banyak tempat belajar untuk hidupnya.

    “Sejatinya kita belajar dari berbagai tempat, yaitu sakola (sekolah), surau (masjid), galanggang (gelanggang), dan pasa (pasar). Di atas semua itu, kita harus mampu belajar dari semua yang ada di dalam, karena pepatah Minang mengatakan bahwa alam takambang jadi guru,” kata Pakar Teknologi Digital, Riri Satria, saat dihubungi majalahelipsis.com terkait momen Hari Pendidikan Nasional, Kamis (2/5/2024), di Jakarta.

    Dikatakan Riri Satria, proses belajar harus tuntas, tidak boleh setengah-setengah, karena berguru kapalang ajar, bagai bungo kambang tak jadi.

    “Apakah yang dimaksud dengan sakola (sekolah)? Ini adalah simbol yang mengatakan bahwa belajar itu berarti menggali ilmu pengetahuan (science). Sekolah adalah tempat kita mempelajari berbagai ilmu pengetahuan. Dengan demikian belajar berarti menambah atau memperluas ilmu pengetahuan,” papar Dosen Ilmu Komputer Universitas Indonesia ini.

    Mengenai surau (mesjid) di Minangkabau, jelas Riri Satria, merupakan simbol yang menjelaskan secara tersirat bahwa belajar itu berarti memperkaya batin dan spiritualitas, memahami konsep mengenai hal yang baik dan benar dalam kehidupan, merendahkan diri terhadap suatu ketentuan Yang Maha Kuasa yang mengatur alam semesta. Adat Minang mengatakan bahwa adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah.

    “Ini memberi pesan suatu keharmonisan antara perilaku di dunia dengan nilai-nilai yang ada dalam Kitabullah,” sebutnya.

    Sedangkan galanggang (gelanggang) adalah simbol yang mengatakan bahwa belajar itu berarti membuat fisik menjadi prima dan terlatih. Dalam budaya Minang tradisional, galanggang adalah tempat orang belajar melatih fisik (terutama belajar silat). Seorang anak laki-laki di Minang wajib hukumnya pernah turun ke galanggang untuk mengasah kemampuan fisik dan nyali. Di zaman sekarang, makna ini juga meluas ke semua lapisan masyarakat, termasuk perempuan.

    Sementara pasa (pasar) adalah simbol yang mengatakan bahwa belajar itu juga perlu membekali diri dengan kemampuan bersosialisasi dan bermasyarakat. Dalam budaya Minang tradisional, pasar adalah pusat aktivitas sosial masyarakat. Di pasarlah semua kalangan masyarakat bertemu, terjadi interaksi, tidak hanya aktivitas ekonomi seperti tawar-menawar dan jual-beli, melainkan juga aktivitas sosial seperti mampu berteman dengan baik, hidup saling berdampingan, mendamaikan orang berkelahi, dan sebagainya.

    “Termasuk dalam definisi pasar adalah lapau atau warung. Ini adalah tempat berkumpul sambil maota (ngobrol). Obrolan bisa yang ringan dan santai bahkan sampai yang serius. Lapau adalah tempat melatih untuk berdebat dengan semua kalangan masyarakat, baik yang terdidik maupun yang tidak, pokoknya dari semua kalangan masyarakat,” ungkapnya.

    Menurut Riri Satria, jika di sekolah seseorang belajar berargumen dengan rasional, maka di lapau ini debat dan argumen tidak selalu rasional, bahkan lebih banyak tidak rasionalnya. Namun, itu tetap sebuah kenyataan hidup yang harus dipelajari.

    “Perlu juga dipahami bahwa alam takambang jadi guru, artinya banyak pelajaran yang bisa ditarik dari alam semesta. Kita bisa mempelajari banyak hal dari perumpamaan-perumpamaan yang terjadi di alam. Kita harus memiliki kemampuan untuk memahami alam,” kata penyair dan Pimpinan Umum Jurnal Sastramedia.com ini.

    Jika disimpulkan, ujar Riri lagi, maka dalam budaya Minang itu makna belajar adalah memperkaya ilmu pengetahuan, memperkaya spiritualitas, memperkaya kemampuan fisik, memperkaya kemampuan bersosialisasi, serta menempatkan diri sebagai bagian dari alam semesta.

    “Ternyata budaya tradisional kita pun memiliki filosofi yang tidak kalah tingginya. Saya yakin demikian pula dengan daerah lain di Indonesia, pasti memiliki nilai-nilai filosofi yang tinggi untuk kehidupan,” sebutnya.

    Pada momen Hardiknas 2024, Riri Satria yang juga “urang awak” ini mempertanyakan apakah sistem Pendidikan Indonesia sudah mampu menghasilkan generasi yang diidamkan Ki Hajar Dewantara dan Angku M. Sjafei? Apakah insan pendidikan sudah memberikan yang terbaik untuk mencerdaskan kehidupan?

    Jauh sebelum Indonesia merdeka pada tahun 1945, kedua tokoh pendidikan itu sudah mampu meletakkan dasar filosofi pendidikan yang luar biasa.

    “Sejatinya, setelah Indonesia merdeka, apa yang mereka cita-citakan sudah jauh lebih baik realisasinya. Inilah yang menjadi perenungan kita saat ini,” tambahnya.

    Disrupsi Teknologi Digital

    Untuk melakukan transformasi digital yang sukses pada dunia pendidikan, menurut Riri Satria, setidaknya ada enam komponen yang ditransformasi, yaitu strategi pembelajaran atau learning strategy, struktur dan proses pembelajaran, teknologi digital untuk pembelajaran atau digital learning technology, tata kelola atau governance dari teknologi tersebut, manajemen sumber daya manusia dalam lingkungan pembelajaran atau HR management in learning environment, serta tentu saja budaya organisasi berupa budaya pembelajaran digital atau digital learning culture yang ada di sekolah.

    “Persoalannya adalah, kesiapan kita tidak sama di setiap wilayah di Indonesia, terutama kesiapan infrastruktur digital serta guru-gurunya. Masyarakat di Indonesia sangat beragam, mulai dari masyarakat 1.0 yang sangat tradisional sampai dengan masyarakat 5.0 atau smart society. Kesenjangan ini juga menyebabkan terjadinya gap yang besar dalam proses belajar-mengajar, dan sangat terasa dampaknya selama pandemi Covid-19 melanda Indonesia, bahkan dunia beberapa waktu yang lalu,” ujarnya.

    Dengan demikian, literasi digital untuk para guru dan dosen menjadi sangat penting atau titik kritis keberhasilan transformasi digital dalam dunia pendidikan. Ini adalah kemampuan untuk mengidentifikasi dan menggunakan teknologi digital dengan baik, kreatif, dan kritis untuk berbagai macam hal, antara lain memahami dan tahu cara menggunakan alat teknologi digital, mencari serta menggunakan informasi secara kritis termasuk memvalidasi sumber data dan media, berkomunikasi dan berkolaborasi dalam lingkungan online atau siber, serta mampu menjaga keamanan dan privasi berupa identitas dan data pribadi di dunia online atau siber.

    “Para guru sudah harus mampu mengoperasikan learning management systems atau LMS yang sudah mulai banyak diterapkan di sekolah-sekolah, di samping fasih mengoptimalkan jagat digital atau cyberspace untuk kepentingan belajar-mengajar,” tegasnya.

    Ditekankan Riri, jangan sampai guru kalah dengan muridnya dalam hal literasi digital. Secara kemampuan adaptasi, generasi yang lebih muda berupa generasi milenia atau Gen Z dan Gen Alfa memang lebih cepat beradaptasi dengan teknologi digital.

    “Namun, apa pun alasannya, sebagai orang yang akan mendidik generasi muda tersebut, para guru tidak boleh kalah, setidaknya maju selangkah atau tinggi seranting,” harapnya.

    Menurut teori Taksonomi Bloom, manusia dikarunai Tuhan sebanyak 6 tingkatan kemampuan berpikir, yaitu remembering (mengingat atau menghafal), understanding (memahami), applying (menggunakan dengan tepat), analysing (menganalisis), evaluation (mengevaluasi), serta creating (mencipta).

    Tiga yang pertama disebut dengan istilah LOTS atau low order thinking skills, sedangkan tiga yang kedua disebut dengan HOTS atau high order thinking skills. Sejatinya manusia tentu harus memaksimalkan karunia Tuhan ini, namun perjalanan hidup orang per orang membuat ada yang bisa memaksimalkan, ada yang setengah maksimal, serta ada yang tidak maksimal.

    Kecerdasan buatan atau artificial intelligence yang dikenal luas dengan istilah AI itu adalah buatan, bukan kecerdasan hakiki yang dimiliki manusia. Dengan demikian, tetap manusia yang memegang kendali, manusia yang mengatur dengan memaksimalkan kemampuan berpikir tingkat tinggi atau high order thinking skills yang dikenal dengan istilah HOTS. Manusia itu adalah subyek, bukan obyek.

    “Pendidikan harus mampu mengasah anak didik mengoptimalkan kemampuan HOTS dan tidak hanya berhenti di tingkatan LOTS. Inilah tantangan pendidikan saat ini di era AI,” ujar Riri Satria yang juga Ketua Komunitas Jagat Sastra Milenia dan Penasihat Majalah Digital elipsis.

    Sumber : Majalah Elipsis

    Staf Khusus Menteri Koordinator Politik dan Keamanan RI bidang Digital, Siber dan Ekonomi - Pakar Teknologi Digital - Pengamat Ekonomi Digital - Komisaris Utama Integrasi Logistik Cipta Solusi (ILCS)/Pelindo Solusi Digital (PSD) - Founder dan CEO Value Alignment Advisory (VA2) - Dosen Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia - Pendiri Jagat Sastra Milenia & SastraMedia.com - Penyair & Penulis - Pencinta Kopi

    Konten Populer

    • Era digital ini dengan segala kemajuannya seperti kecerdasan buatan, metaverse, bahkan media sosial sederhana pun seperti Facebook ini memiliki potensi dahsyat untuk melakukan rekayasa terhadap persepsi atau perception engineering. Ya, sekarang eranya post truth society dan dunia penuh dengan yang namanya perseption engineering. Saat ini, perception is the reality, walaupun mereka yang sanggup berpikir kritis […]

      May 27, 2024
    • Hari ini adalah Hari Kebangkitan Nasional, 20 Mei 2024. Kita memperingatinya saat ini dengan meresmikan Digital Maritime Development Center (DMDC) PT. Integrasi Logistik Cipta Solusi (ILCS) / Pelindo Solusi Digital (PSD), yang sama-sama kita banggakan. Ini adalah pusat penelitian, pengembangan, dan inovasi solusi digital terintegrasi untuk ekosistem logistik maritim di Indonesia. Hari ini kita di […]

      May 20, 2024
    • Mengawali tulisan ini, saya ingin mengucapkan alhamdulillah puji syukur kepada Allah Jalla wa Alaa atas segala karunia di setiap detik dan hela napas pada hamba-hamba-Nya. Saya mengucapkan selamat serta ikut bangga dan bahagia atas amanah baru yang diembankan negara kepada Ketua Komunitas Jagat Sastra Milenia (JSM), abang, sahabat, penyair, sang inspirator Riri Satria sebagai Komisaris Utama […]

      Apr 13, 2024
    • Riri Satria adalah seorang pengamat ekonomi digital dan kreatif, sekaligus pencinta puisi yang lahir di Padang, Sumatera Barat, 14 Mei 1970. Sarjana Ilmu Komputer (S. Kom) dari Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia yang mengambil Magister Manajemen (MM) dari Sekolah Tinggi Manajemen PPM ini tengah menempuh program S3 Doctor of Business Administration (DBA) di Paris School […]

      Nov 14, 2021
    • Mungkinkah seseorang mengeluti 3 profesi sekaligus secara serius dan sepenuh hati?. Bisa. Inilah yang dilakukan oleh Riri Satria, Sang Polymath Di suatu siang, Riri memasuki pelataran Taman Ismail Marzuki (TIM) dengan santai. Berkaos oblong, bercelana jeans serta beralas sandal. Di perjalanan memasuki sebuah ruang sastra, ia bertegur sapa dengan sejumlah seniman yang sedang berkumpul. Tanpa […]

      Jun 06, 2021
    • Komunitas Jagat Sastra Milenia pada tanggal 10 Oktober 2024 mendatang merayakan Hari Ulang Tahun ke-4. Menyambut hari jadinya itu, Komunitas JSM mengundang penyair-penyair Indonesia mengirim puisi dan karya akan dibukukan. Ketua Komunitas JSM Riri Satria kepada majalahelipsis.com mengatakan, topik antologi puisi itu adalah “Dunia dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDG) dalam Puisi.” “Tahun 1980, Lembaga Studi Pembangunan […]

      May 03, 2024
    • Beri kuliah umum di hadapan 200 mahasiswa Unand, Riri Satria: Generasi Hari Ini Jangan Sampai Jadi Penonton Di Negara Sendiri. Mahasiswa harus jeli dan melek pada perubahan. Perubahan adalah suatu keniscayaan. Dalam menghadapi perubahan itu, ada yang pro dan ada pula yang kontra. “Semua, tentu, tergantung dari sudut pandang mereka. Yang menolak perubahan menurut mereka […]

      May 15, 2024
    • INFO PEMUATAN KARYA SASTRAMEDIA.COM EDISI MINGGU: 12 Mei 2024 “Erotika Kualasimpang yang Ganjil tak Bertu(h)an” SAJAK Kualasimpang – Raudal Tanjung Banua https://www.sastramedia.com/…/kualasimpang-raudal…   Tahun yang Ganjil – Arif Purnama Putra (Arif P. Putra) https://www.sastramedia.com/…/tahun-yang-ganjil-arif…   CERPEN Daerah Tak Bertu(h)an – Fakhrunnas MA Jabbar https://www.sastramedia.com/…/daerah-tak-bertuhan…   ESAI Erotika Sosial dalam Puisi-Puisi Aslan Abidin – Jusiman Dessirua […]

      May 12, 2024
    • Menarik memahami makna pendidikan dalam budaya Minangkabau. Orang Minang memiliki banyak tempat belajar untuk hidupnya. “Sejatinya kita belajar dari berbagai tempat, yaitu sakola (sekolah), surau (masjid), galanggang (gelanggang), dan pasa (pasar). Di atas semua itu, kita harus mampu belajar dari semua yang ada di dalam, karena pepatah Minang mengatakan bahwa alam takambang jadi guru,” kata Pakar Teknologi Digital, Riri Satria, saat dihubungi majalahelipsis.com terkait […]

      May 03, 2024
    • Banyak hal baru bermunculan saat ini yang mungkin sebelumnya tidak terbayangkan oleh masyarakat banyak, misalnya algoritma bahkan yang artificial intelligence sudah menjadi bagian dari hidup sehari-hari. Selain itu, juga ada yang namanya cryptocurrency, dan sebagainya. “Tantangan terbesar untuk sukses memasuki era ekonomi digital dan melakukan tranformasi digital hari ini terletak pada diri kita sendiri, yaitu mengubah mindset. Tanpa growth mindset, kita akan sulit […]

      Sep 03, 2022

    POJOK PODCAST

    Obrolan saya (narasumber) dengan Maudy Koesnaedi (host), soal penerapan immersive technology atau virtual reality untuk Museum, pada podcast Dinas Kebudayaan Jakarta 👍🥰☕

    video
    play-sharp-fill


    Podcast Selengkapnya klik disini...

    RECENT EVENT

    Dewan Komisaris dan Direksi ILCS melaksanakan Kunjungan Kerja ke Pelabuhan Tanjung Wangi

    Hide picture