Riri Satria Lecturer - Researcher - Poetry & Coffee Lover
S. Prasetyo Utomo
Puisi yang ditulis Riri Satria dan Emi Suy menjadi menarik untuk saya analisis dalam esai ini setelah digubah Ananda Sukarlan dalam musik Tembang Puitik Volume 7. Kita mengenal Ananda Sukarlan sebagai lulusan master di bidang musik dari Royal Conservatory of the Hague di Den Haag, Belanda, dengan predikat summa cumlaude. Tak kepalang tanggung, The Sydney Morning Herald Australia memberikan predikat sebagai “one of the world’s leading pianists at the forefront of championing new piano music”
Bagi Ananda Sukarlan, “puisi itu musik, dan musik itu puitis”. Karena itu, wajar bila melalui puisi lahirlah berbagai inspirasi untuk musik. Ia merasa berterimakasih terhadap para penyair besar yang telah memberi inspirasi untuk menulis banyak sekali musik. Dalam rangka Hari Puisi Sedunia, 21 Maret 2023, Ananda Sukarlan menerbitkan buku Tembang Puitik Volume 7. Di antara lagu-lagu Ananda Sukarlan diangkat dari berbagai puisi karya penyair Umbu Landu Paranggi, Chairil Anwar, Triyanto Triwikromo, Heru Joni Putra, Emi Suy, Riri Satria, Naning Scheid, dan Soekarno.
Dua penyair yang saya bicarakan dalam esai ini adalah Riri Satria dengan puisi “Dialog Sesama Virus Korona tentang Koruptor” dan Emi Suy dengan puisi “Rindu”. Eksplorasi kedua penyair ini sungguh berbeda. Riri Satria merupakan penyair yang memanfaatkan kekuatan nalar, dan menemukan ketajaman diksi untuk menyampaikan satire, paradoks, dan bahkan sarkasme. Emi Suy lebih melakukan eksplorasi pada kedalaman batin, empati humanisme, dan menceburkan diri pada diksi yang bermuatan nilai rasa, kontemplasi, bahkan solilokui.
***
Kekuatan puisi Riri Satria terletak pada konstruksi pilihan kata untuk mencapai makna yang ingin disampaikan. Saya merasakan benar bahwa ia bermain-main dengan pilihan kata yang bernas untuk mencapai ungkapan-ungkapan paradoks, simulakra, dan alienasi terhadap nasib manusia mutakhir bangsa ini. Ia memasuki kehidupan milenial dengan problematika yang dihadapi, dan menuangkannya dalam ungkapan-ungkapan yang dikemas melalui satire.
Dalam puisi “Dialog Sesama Virus Corona tentang Koruptor”, Riri Satria bermain-main dengan paradoks, simulakra, dan sarkasme itu: Bro, rupanya ada yang lebih sadis dari kita/ Namanya koruptor, virus dari segala virus!/ Kita tak sebanding dengannya// Mereka memanfaatkan kita/ Dengan cara mencekik leher sesama/ Yang sudah sengsara// Ada yang mengembangkan vaksin dan obat/ untuk membasmi kita/ bukan mereka/ Kini kita menyesal kan menjadi virus? Harusnya kita/ menjadi mereka saja//.
Kata-kata yang dimanfaatkan Riri Satria diambil dari kehidupan manusia yang rakus, serakah, dan kehilangan kepekaan hati nurani. Kata-kata tidak lagi dikemas dalam simbol. Ia memunculkan pasemon dan metafora. Dengan kata-kata sarkastis ini penyair menyingkap dunia simulakra, kepalsuan yang disembunyikan di hadapan masyarakat. Penyair lebih bermain-main dengan nalar, yang membawanya pada hasrat untuk menghujat tokoh-tokoh yang tak tersentuh hukum dan keadilan kekuasaan. Telah tercipta alienasi penyair dengan tokoh-tokoh yang mestinya menjadi panutan dalam masyarakat. Karena itu, diperlukan kata-kata lugas untuk mencipta katarsis mengenai perilaku rakus harta dan kuasa.
Membaca puisi Emi Suy, saya menemukan berbagai diksi yang terkesan menghadirkan ketenangan jiwa. Saya teringat akan pernyataan Cassirer bahwa ketenangan karya seni adalah paradoksalnya, sebagai ketenangan yang dinamis, sebab karya seni menampilkan konflik batin yang dalam dan beraneka ragam. Karya seni tidak semata-mata memberikan kepada kita perasaan (emotion), melainkan yang lebih penting justru gerakan (motion).
Dalam puisi “Rindu”, saya sampai pada suatu renungan bahwa perasaan penyair pada ibu telah membangkitkan gerakan untuk menyingkap paradoks akan hakikat ketulusan jiwa: Bu, di sini/ di tanah ini/ kerinduan menjelma jarum-jarum hujan/ menjahit luka – duka di kepala/ yang kerap terbentur tembok kota// Bu, di sini di permenungan ini/ aku mencari sebuah jalan/ jauh di kedalaman dan pedalaman/ paling pelosok/ yang digenangi sunyi yang penuh/ hati yang utuh//. Dalam ketenangan diksi puisi ini, penyair menulis peristiwa-peritiwa paradoksal dalam kerinduan yang menjelma luka dan duka; dan dalam sebuah pencarian akan hakikat hidup yang utuh, meski di pelosok wilayah yang paling sunyi sekalipun.
Penyair menyingkap konflik batin antara realitas yang dihadapi dengan suasana batin. Ia menghadirkan peristiwa-peristiwa dalam suasana paradoksal. Dalam diksi yang semula saya kira mengalirkan ketenangan jiwa, ternyata mengandung gerakan yang dinamis. Dengan cara ini penyair melakukan solilokui, untuk mengantarkan katarsis bagi pembaca. Puisi “Kukusan” yang tercantum dalam Ibu Menanak Nasi hingga Matang Usia Kami (2022) yang dinyanyikan artis Vetalia Pribadi diiringi musik piano Ananda Sukarlan, juga menampakkan suasana paradoksal antara perasaan dan gerakan tentang ketulusan jiwa seorang ibu, dalam dialektika batin yang dikekalkan melalui simbol budaya tradisional (kukusan) untuk menciptakan kontemplasi dan katarsis bagi pembaca tentang kematangan jiwa seseorang.
***
Yang menjadi pertanyaan kita kini: mengapa puisi Riri Satria dan Emi Suy memberikan inspirasi pada Ananda Sukarlan untuk mencipta lagu? Saya menyingkap tiga hal sebagai latar belakang terpilihnya puisi Riri Satria dan Emi Suy. Pertama, makna puisi mereka menyentuh perilaku masyarakat kontemporer negeri kita. Dengan bahasa yang banal, Riri Satria menyingkap kerakusan, keserakahan, dan kebusukan tokoh-tokoh penguasa yang berperilaku keji untuk kepentingan kekayaan diri sendiri. Emi Suy lebih cenderung mengekspresikan perasaan, renungan, empati kemanusiaan, dan ketulusan jiwa untuk menghadapi pergolakan realitas sosial.
Kedua, puisi mereka dicipta sebagai katarsis kebusukan perilaku masyarakat. Riri Satria lebih lugas, bermain dalam ranah kekuasaan dan dunia usaha, yang menjadi obsesi manusia metropolitan. Ia menciptakan kritik tajam terhadap akhlak manusia. Sedangkan Emi Suy lebih memanfaatkan tema, suasana, dan pesan moral yang menyentuh akhlak manusia perkotaan dengan segala konflik batin yang paradoksal: kerinduan-keterasingan, ketulusan-duka, kebisingan kota-kesunyian daerah pedalaman, dan materialisme-spiritualisme. Emi Suy seringkali berobsesi pada dunia sunyi untuk mengendapkan makna kegaduhan hidup manusia kosmopolitan.
Ketiga, dalam praktik sosial, puisi Riri Satria dan Emi Suy menjadi katarsis yang tidak saja mengekspresikan keindahan nada, tetapi juga menjadi penawar bagi “luka jiwa” manusia. Puisi “Dialog Sesama Virus Corona tentang Koruptor” yang dicipta Riri Satria dan puisi “Rindu” menawarkan katarsis yang sama: kesadaran akan kerakusan dan sudah waktunya kita mengembalikan ketulusan jiwa. Kesan saya, kedua penyair telah berproses dengan pencarian estetika dan pembebasan kegelisahan persoalan masyarakat zamannya. Riri Satria membebaskan diri dari logosentrisme kekuasaan dan hierarki yang melingkupinya. Luka peradaban dan kekuasaan yang menjadi obsesi penciptaannya diekspresikan melalui bahasa yang meradang. Emi Suy memasuki dunia spiritual untuk mencipta kesadaran manusia perkotaan yang hingar-bingar dalam kebisingan, diekspresikan dengan bahasa yang tenang.
Staf Khusus Menteri Koordinator Politik dan Keamanan RI bidang Digital, Siber dan Ekonomi - Pakar Teknologi Digital - Pengamat Ekonomi Digital - Komisaris Utama Integrasi Logistik Cipta Solusi (ILCS)/Pelindo Solusi Digital (PSD) - Founder dan CEO Value Alignment Advisory (VA2) - Dosen Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia - Pendiri Jagat Sastra Milenia & SastraMedia.com - Penyair & Penulis - Pencinta Kopi
Era digital ini dengan segala kemajuannya seperti kecerdasan buatan, metaverse, bahkan media sosial sederhana pun seperti Facebook ini memiliki potensi dahsyat untuk melakukan rekayasa terhadap persepsi atau perception engineering. Ya, sekarang eranya post truth society dan dunia penuh dengan yang namanya perseption engineering. Saat ini, perception is the reality, walaupun mereka yang sanggup berpikir kritis […]
Hari ini adalah Hari Kebangkitan Nasional, 20 Mei 2024. Kita memperingatinya saat ini dengan meresmikan Digital Maritime Development Center (DMDC) PT. Integrasi Logistik Cipta Solusi (ILCS) / Pelindo Solusi Digital (PSD), yang sama-sama kita banggakan. Ini adalah pusat penelitian, pengembangan, dan inovasi solusi digital terintegrasi untuk ekosistem logistik maritim di Indonesia. Hari ini kita di […]
Mengawali tulisan ini, saya ingin mengucapkan alhamdulillah puji syukur kepada Allah Jalla wa Alaa atas segala karunia di setiap detik dan hela napas pada hamba-hamba-Nya. Saya mengucapkan selamat serta ikut bangga dan bahagia atas amanah baru yang diembankan negara kepada Ketua Komunitas Jagat Sastra Milenia (JSM), abang, sahabat, penyair, sang inspirator Riri Satria sebagai Komisaris Utama […]
Riri Satria adalah seorang pengamat ekonomi digital dan kreatif, sekaligus pencinta puisi yang lahir di Padang, Sumatera Barat, 14 Mei 1970. Sarjana Ilmu Komputer (S. Kom) dari Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia yang mengambil Magister Manajemen (MM) dari Sekolah Tinggi Manajemen PPM ini tengah menempuh program S3 Doctor of Business Administration (DBA) di Paris School […]
Mungkinkah seseorang mengeluti 3 profesi sekaligus secara serius dan sepenuh hati?. Bisa. Inilah yang dilakukan oleh Riri Satria, Sang Polymath Di suatu siang, Riri memasuki pelataran Taman Ismail Marzuki (TIM) dengan santai. Berkaos oblong, bercelana jeans serta beralas sandal. Di perjalanan memasuki sebuah ruang sastra, ia bertegur sapa dengan sejumlah seniman yang sedang berkumpul. Tanpa […]
Komunitas Jagat Sastra Milenia pada tanggal 10 Oktober 2024 mendatang merayakan Hari Ulang Tahun ke-4. Menyambut hari jadinya itu, Komunitas JSM mengundang penyair-penyair Indonesia mengirim puisi dan karya akan dibukukan. Ketua Komunitas JSM Riri Satria kepada majalahelipsis.com mengatakan, topik antologi puisi itu adalah “Dunia dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDG) dalam Puisi.” “Tahun 1980, Lembaga Studi Pembangunan […]
Beri kuliah umum di hadapan 200 mahasiswa Unand, Riri Satria: Generasi Hari Ini Jangan Sampai Jadi Penonton Di Negara Sendiri. Mahasiswa harus jeli dan melek pada perubahan. Perubahan adalah suatu keniscayaan. Dalam menghadapi perubahan itu, ada yang pro dan ada pula yang kontra. “Semua, tentu, tergantung dari sudut pandang mereka. Yang menolak perubahan menurut mereka […]
INFO PEMUATAN KARYA SASTRAMEDIA.COM EDISI MINGGU: 12 Mei 2024 “Erotika Kualasimpang yang Ganjil tak Bertu(h)an” SAJAK Kualasimpang – Raudal Tanjung Banua https://www.sastramedia.com/…/kualasimpang-raudal… Tahun yang Ganjil – Arif Purnama Putra (Arif P. Putra) https://www.sastramedia.com/…/tahun-yang-ganjil-arif… CERPEN Daerah Tak Bertu(h)an – Fakhrunnas MA Jabbar https://www.sastramedia.com/…/daerah-tak-bertuhan… ESAI Erotika Sosial dalam Puisi-Puisi Aslan Abidin – Jusiman Dessirua […]
Menarik memahami makna pendidikan dalam budaya Minangkabau. Orang Minang memiliki banyak tempat belajar untuk hidupnya. “Sejatinya kita belajar dari berbagai tempat, yaitu sakola (sekolah), surau (masjid), galanggang (gelanggang), dan pasa (pasar). Di atas semua itu, kita harus mampu belajar dari semua yang ada di dalam, karena pepatah Minang mengatakan bahwa alam takambang jadi guru,” kata Pakar Teknologi Digital, Riri Satria, saat dihubungi majalahelipsis.com terkait […]
Banyak hal baru bermunculan saat ini yang mungkin sebelumnya tidak terbayangkan oleh masyarakat banyak, misalnya algoritma bahkan yang artificial intelligence sudah menjadi bagian dari hidup sehari-hari. Selain itu, juga ada yang namanya cryptocurrency, dan sebagainya. “Tantangan terbesar untuk sukses memasuki era ekonomi digital dan melakukan tranformasi digital hari ini terletak pada diri kita sendiri, yaitu mengubah mindset. Tanpa growth mindset, kita akan sulit […]
Obrolan saya (narasumber) dengan Maudy Koesnaedi (host), soal penerapan immersive technology atau virtual reality untuk Museum, pada podcast Dinas Kebudayaan Jakarta